Menuju konten utama

Likuiditas Perbankan 2020 Diprediksi Membaik, Tapi Tetap Waspada

Likuiditas perbankan dinilai masih aman, karena akan ada dana masuk ke Indonesia.

Likuiditas Perbankan 2020 Diprediksi Membaik, Tapi Tetap Waspada
Warga menarik uang tunai dari mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di salah satu galeri ATM di Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (5/8/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.

tirto.id - Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Fauzi Ichsan mengatakan, likuiditas ke depannya cukup cerah kendati ekonomi global pada tahun 2020 masih dipenuhi ketidakpastian.

Ia beralasan tahun depan masih ada cukup banyak dana yang akan masuk ke Indonesia.

“Dengan masuknya aliran modal ke pasar obligasi kita otomatis imbal hasil turun. Ini membuat likuiditas membaik,” ucap Fauzi kepada wartawan saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (4/11/2019).

Ia beralasan suku bunga Bank Sentral Amerika (The FED) sudah turun dari 2,5 persen ke 1,75 persen dan masih akan mungkin turun 25 basis poin lagi.

Sementara itu, suku bunga acuan bank sentral Eropa, Tiongkok, dan Jepang diperkirakan tetap stabil. Bahkan, kata dia, ada negara yang suku bunganya negatif. Hal ini akan menjaga suku bunga global ke depannya tetap rendah.

Dengan kondisi ini, kata dia, diperkirakan investor global akan enggan memarkirkan dana di dalam aset bernilai dolar AS.

Sebaliknya, mereka akan mencari negara yang suku bunganya masih cukup tinggi yaitu 5 persen.

Pertimbangan lain juga didukung oleh posisi loan deposit ratio (LDR) yang saat ini berada di bawah 92 persen bagi bank buku 1,2, dan 4.

Meskipun demikian bank buku 3 justru memliki LDR di atas 92 persen karena terlalu banyak mengurusi kredit konstruksi.

“Jadi tahun depan likuiditas bisa dibilang membaik,” ucap Fauzi.

Kendati demikian, Komisaris Independen Bank BCA, Raden Pardede menilai pengetatan likuiditas masih harus diwaspadai. Ia beralasan saat ini perekonomian global sedang melambat.

Perlambatan ini menunjukan masyarakat tengah menahan konsumsi dan berdampak pada lambatnya pertumbuhan kredit. Kendati Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga, perekonomian masih belum menggeliat.

Pertumbuhan kredit ternyata masih juga lamban. Dengan demikian, penurunan suku bunga yang diklaim baik bagi likuiditas perbankan ternyata tidak kunjung berdampak signifikan.

“Dalam keadaan ekonomi yang lemah itu menjadi nyata. Itulah yg seharusnya kita waspadai. Ekonomi sulit, kekhawatiran ada, likuiditas semakin sulit diperoleh antar bank pun,” ucap Raden dalam paparannya.

Faktor kedua, imbuh Raden, ada masalah dalam investasi portofolio yang diandalkan Indonesia. Dengan kondisi ekonomi saat ini, aliran dana dari portofolio akan sangat mudah keluar-masuk sehingga likuiditas bisa tiba-tiba seret.

Faktor ketiga, ia menilai ada masalah dalam mekanisme pembiayaan infrastruktur yang terlalu mengandalkan perbankan.

Ia juga bilang faktor ini justru akan memengaruhi likuiditas karena dana yang dimiliki bank akan terserap untuk waktu yang lama.

“Seharusnya pembiayaan infrastruktur, itu tugas dari capital market, bukan perbankan. Kalau tadi tiga ratus sekian triliun [rupiah] itu jadi beban perbankan. Itu salah karena ini seharusnya long term. Keketatan likuiditas adalah bagian dari itu,” ucap Raden.

Baca juga artikel terkait LIKUIDITAS BANK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali