tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH)Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta kepada Kejaksan Tinggi DIY menghentikan perkara yang menimpa Obby Kogoya, mahasiswa papua yang dituding telah melakukan tindak pidana pada 15 Juli 2016.
Melalui siaran persnya, LBH menyebutkan proses hukum yang dihadapi oleh Obby Kogoya sudah berlarut-larut. Dari pertangahan tahun hingga sekarang, Obby kogoya masih berstatus tersangka atas tuduhan melawan petugas dan melakukan penganiayaan kepada petugas/aparat.
Menurut LBH, proses ini merupakan proses yang sangat panjang dijalani Obby tanpa kepastian akan statusnya.
“Hingga hari ini Obby masih saja terus dimintai keterangan tambahan oleh penyidik Polda DIY,” ungkap LBH Yogya, dalam siaran persnya yang diterima tirto.id, Selasa (13/12/2016).
Disebutkan bahwa permintaan keterangan tambahan ini bukan yang pertama namun sudah sampai yang ketiga kalinya. Dalih kepolisian yang menyatakan Obby Kogoya tertangkap tangan melakukan tindak pidana, ternyata tidak dibarengi dengan cepatnya proses yang ditempuh oleh Obby.
“Bila dalih polisi menyatakan Obby tertangkap tangan maka seharusnya mudah melakukan pembuktiannya,” imbuh LBH Yogya.
Akan tetapi, kenyataannya hingga hari ini polisi masih kesulitan dalam mencari bukti yang dapat membuktikan Obby Kogoya melakukan perbuatan penganiayaan yang dituduhkan itu.
Oleh karenanya, menurut LBH, tuduhan polisi dalam menetapkan Obby sebagai tersangka adalah upaya yang dipaksakan, karena memang tidak ada perlawanan atau penganiayaan yang dilakukan Obby.
LBH memandang Obby merupakan korban atas tindakan represif aparat kepolisian yang melakukan pengepungan itu.
LBH mengatakan Komnas HAM juga telah memberikan keterangan dalam laporan investigasinya, bahwa telah terdapat pelanggaran HAM berupa pemukulan dan pengeroyokan, salah satu korbanya adalah Obby yang dilakukan oleh anggota kepolisian pada saat pengepungan di luar asrama mahasiswa Papua pada 15 Juli lalu.
“Menjadi sangat jelas maka bila penetapan tersangka atas diri Obby merupakan cara untuk menutupi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi saat melakukan pengepungan. Hakim Pengadilan Negeri Sleman yang menyidangkan gugatan pra pradilan atas penetapan tersangka Obby pun mengakui dalam putusannya bahwa Obby merupakan korban (artinya bukan pelaku sebagaimana dituduhkan),” papar LBH.
Atas berbagai kejanggalan dan keanehan dalam penetapan Obby sebagai tersangka, LBH berkeyakinan hukum kembali digunakan sebagai alat pengancaman dan alat pembungkaman. LBH pun mengingikan kriminalisasi yang menggunakan hukum sebagai alat tersebut dihentikan.
Seperti telah diberitakan di media, pada 15 Juli lalu personil kepolisian mengepung asrama mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta. Peristiwa pengepungan tersebut dilatarbelakangi rencana aksi damai mahasiswa Papua dan aktivis pro-demokrasi mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dalam peristiwa tersebut, Polda Yogyakarta menangkap 7 mahasiswa, salah satu di antaranya ialah Obby Kogoya.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh