Menuju konten utama

LBH Masyarakat Minta Isu RUU PKS Tidak Dipolitisasi untuk Pemilu

Isu RUU PKS diminta tidak dipermainkan sebagai alat kampanye untuk pemilihan umum, menurut pengacara publik LBH Masyarakat, Naila Rizki Zakiyah.

LBH Masyarakat Minta Isu RUU PKS Tidak Dipolitisasi untuk Pemilu
Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (GEMAS SAHKAN RUU PKS) mengadakan aksi damai di depan Istana Negara untuk mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (8/12/18). Tirto.id/Bhagavad Sambadha.

tirto.id - Pengacara Publik LBH Masyarakat, Naila Rizki Zakiyah meminta agar isu terkait Rancangan Undang-Undang Penghentian Kekerasan Seksual (RUU PKS) tidak dipermainkan sebagai alat kampanye untuk pemilihan umum.

“Saya harap di Pemilu ini tidak menggunakan kekerasan seksual sebagai alat untuk mendapatkan simpati publik, terutama dengan narasi-narasi yang negatif dan keliru,” kata Naila kepada reporter Tirto pada Kamis (31/1/2019).

Naila menyayangkan bentuk-bentuk penghadiran narasi negatif dan keliru soal RUU PKS, terlebih saat narasi tersebut malah digunakan untuk keperluan kampanye.

“Pemerintah harus membahas dan mengesahkan rancangan undang-undang ini karena sudah banyak korban yang menunggu,” tegas Naila.

Tujuannya adalah agar dapat menumbuhkan budaya dan pengetahuan di masyarakat terkait batasan kekerasan seksual.

“Agar masyarakat makin bisa menilai apa saja yang termasuk kekerasan seksual,” tambahnya.

Naila mengatakan kembali bahwa tujuan awal diajukannya RUU PKS adalah karena adanya kekosongan hukum dalam kekerasan seksual. Hal tersebut membuat sejumlah bentuk kekerasan seksual tidak dapat dituntut ke ranah hukum.

“Jadi sebenarnya gini, kenapa kawan-kawan, terutama pendamping hukum, atau aktivis itu terus menyerukan pengesahan RUU PKS? Ini berangkat dari pengalaman korban, kawan-kawan pendamping hukum, yang saat terjadi kekerasan seksual, mereka tidak bisa mendapatkan keadilan secara hukum, karena tidak ada hukum yang mengaturnya,” jelas Naila.

Naila juga menjelaskan bahwa selama ini kekerasan seksual hanya diatur dalam dua poin, yakni pemerkosaan dan pencabulan. Pemerkosaan memerlukan banyak bukti, termasuk adanya kekerasan di dalamnya, atau adanya jejak sperma.

Dalam RUU PKS, ada sembilan poin terkait bentuk kekerasan seksual. Beberapa di antaranya memang sebelumnya belum diatur oleh hukum.

Naila menjabarkan kesembilan bentuk kekerasan adalah Pelecehan seksual, eksploitasi seksual,perbudakan seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan pemasangan alat kontrasepsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, dan penyiksaan seksual.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Politik
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri