tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat ada 37 kasus penyiksaan yang dilakukan aparat kepolisian untuk mendapatkan kesaksian atau pengakuan dari tersangka atau terdakwa pada tahap pemeriksaan.
Pengacara Publik LBH Jakarta Ayu Eza mengatakan data tersebut diambil dari aduan yang diterima LBH Jakarta sepanjang 2013 hingga 2016.
"Pada 2013 ada 7 orang, 2014 kami mendapatkan ada 6 orang, dan pada tahun 2015 menaik drastis mencapai 15 orang. Lalu pada 2016 sebanyak 11 orang," ungkap Ayu Eza dalam konferensi pers di LBH Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Dari data yang didapat LBH, 70 persen penyiksaan dialami oleh korban dengan kelas ekonomi rendah atau pengangguran. Mereka rata-rata tidak mendapatkan bantuan hukum saat diproses oleh pengadilan.
Dari 37 korban, hanya 1 orang mengaku mendapat pendampingan hukum dari seorang pengacara. Itu pun tidak maksimal karena baru dilakukan setelah korban mendapat penyiksaan.
"Mereka tidak memiliki kekuatan atau pengetahuan yang cukup untuk menghadapi proses hukum yang sedang berjalan. Hanya satu orang yang mengaku bertemu pengacara. Tapi ternyata pengacara ini tidak benar-benar melakukan bantuan hukum. Mereka sudah babak belur duluan baru ketemu pengacara," ujarnya.
Ayu menjelaskan, penyiksaan terjadi di berbagai tingkatan baik di Kepolisan Sektor (Polsek) sampai Kepolisian Daerah (Polda). 3 korban mengalami penyiksaan di tingkat Polda, 9 korban di tingkat Polsek dan 21 korban disiksa oleh kepolisian di tingkat Polisi Resor (Polres). Sisanya, 5 korban tak teridentifikasi di tingkat apa mereka disiksa.
"44 persen, paling banyak, penyiksaan dilakukan pada tingkatan Polres yakni sebanyak 21 korban," kata Ayu.
Korban Ditelanjangi Hingga Disetrum
Bentuk penyiksaan yang dialami korban pun beragam dari ditelanjangi, dipukuli, disetrum, ditembak hingga disakiti alat vitalnya. Kekerasan tersebut terjadi saat pemeriksaan dan penahanan.
"Untuk penyiksaan enggak hanya secara fisik, tapi juga verbal, psikis bahkan seksual. Ada juga bahkan yang mengalami kematian saat pemeriksaan," kata Ayu.
Zuliah (27), istri dari salah satu korban yang kasusnya ditangani oleh LBH, mengaku menemui suaminya dalam kondisi babak-belur setelah ditangkap oleh kepolisian dan dipaksa mengakui kejahatan yang tak pernah suaminya lakukan.
Ia menceritakan suaminya, Aris (33), disiksa dengan cara dipukuli, disetrum hingga kemaluannya dibalsem oleh anggota Polda Metro Jaya. Suaminya diciduk pada tanggal 7 April 2016 dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencurian motor.
"Saya tanyain dia diapain aja, katanya ditendang, ditonjok, pokoknya udah enggak tau lagi. Ini sampai bajunya penuh darah," ungkapnya.
Selain Aris, Polda juga menangkap 2 orang lainnya dengan tuduhan yang sama yakni Heriyanto dan Bihin. Hingga saat ini, kasus tersebut sedang diproses di pra-peradilan.
Bunga Siagian, pengacara LBH yang mendampingi ketiga korban meminta hakim menunda pembacaan dakwaan karena hakim mengesampingkan temuan-temuan LBH terkait penyiksaan saat pembuatan Berita Acara Pemeeiksaan (BAP).
Ia mengatakan, LBH mendorong agar ketiga orang korban tersebut dibebaskan dari segala tuntutan karena BAP yang dibuat kepolisian dilakukan dengan cara menyiksa tersangka.
"Berkas yang dibuat itu tidak sah. Makanya kami minta sama hakim untuk ditunda saja dakwaan sudah dibacakan. Kalau enggak kita sama saja menciderai perisdangan ini," ungkapnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto