Menuju konten utama

Lari Dari Masalah Ternyata Tak Selalu Salah

Orang sering kali mengaitkan eskapisme dengan tindakan tidak produktif, kekanak-kanakan, dan tidak bertanggung jawab. Padahal, tak selalu demikian.

Lari Dari Masalah Ternyata Tak Selalu Salah
Ilustrasi wanita duduk di koper menunggu matahari terbenam. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Saat harus menggeluti aneka problem dalam kehidupan, tidak jarang orang menghindar. Caranya bisa bermacam-macam. Mulai dari tindakan menghindar seperti tidak memenuhi panggilan polisi saat bermasalah dengan hukum, mengelak dari penagih utang, sampai bentuk pelarian ekstrem seperti konsumsi alkohol dan obat terlarang.

Dalam buku Women's Movement: Escape as Transgression in North American Feminist Fiction, Macpherson (2000) menjelaskan bahwa terdapat makna yang cair dari eskapisme. Karena maknanya cair, bentuknya pun bermacam-macam.

The Encyclopedia of Psychology misalnya, mendefinisikan eskapisme bentuk mekanisme pertahanan yang berciri menarik diri secara fisik dan mental dari aspek tidak menyenangkan dalam realitas. Sementara dalam Longman Dictionary of Psycohology and Psychiatry, perilaku eskapis merujuk kepada setiap tindak-tanduk subyek untuk menghindari situasi menyakitkan. Perilaku ini mencakup fantasi atau kegiatan melamun dan menghindari hal-hal yang dianggap berbahaya atau mengancam bagi seseorang.

Berbagai kondisi tidak menyenangkan termasuk kebosanan dan tekanan di dunia nyata menuntun orang memilih dua opsi: fight yaitu menghadapi problemnya atau flight yang diartikan sebagai langkah menjauh dari realitas dan diasosiasikan dengan perilaku eskapis.

Dalam budaya masyarakat yang mengedepankan sikap praktis dan realistis, perilaku menghindari masalah dianggap sebagai langkah tidak heroik sehingga mereka yang memilih flight kerap kali dianggap pecundang atau pengecut. Sementara pada kenyataannya, eskapisme tidak melulu berasosiasi dengan sesuatu yang negatif.

Ada macam-macam bentuk eskapisme sebagaimana ditulis Igorevna (2015) dalam Austrian Journal of Humanities and Social Sciences. Mengutip pendapat A. Evans (2001), Igorevna menjelaskan empat tipe eskapisme; avoiding yakni melarikan diri dari kenyataan pelik yang mesti dihadapi seseorang, passive yaitu melakukan hal-hal sederhana yang tidak menuntut upaya besar seperti mendengarkan musik, menonton film, dan lain sebagainya, active yang diartikan sebagai tindakan melakukan hobi dalam rangka melepaskan diri dari rutinitas atau pekerjaan utama, dan extreme yang melibatkan aktivitas berisiko tinggi seperti penggunaan obat-obatan atau konsumsi alkohol dan melompat dari ketinggian.

Bukan Selalu Kabur Melepas Tanggung Jawab

Dari penjabaran ini, dapat dipahami bahwa eskapisme tidak selamanya berakibat negatif. Bentuk eskapisme seperti menjalankan hobi tertentu atau melamun malah dapat memunculkan kenikmatan bagi seseorang dan dipandang sebagai upaya menjadi produktif serta berkontribusi terhadap aktualisasi diri—salah satu kebutuhan dasar manusia menurut psikolog Abraham Maslow.

Meditasi, memilih tak melakukan apa pun, atau menarik diri dari keriuhan kehidupan sehari-hari juga menjadi bentuk eskapisme berdampak baik bagi seseorang. Dengan melakukan hal ini, seseorang dimungkinkan untuk berkontemplasi, mengevaluasi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, dan mengenali diri lebih baik lagi.

Dalam situs Psychology Today, Profesor Emeritus Philosophy of the Arts, University of Georgia, Graham Collier menuliskan bahwa proses peningkatan kesadaran terhadap diri ini merupakan bentuk pengobatan mental dan membawa dampak positif terhadap kualitas diri seseorang.

Dengan melimpahnya pilihan media massa sekarang ini, eskapisme pun semakin mudah dilakukan orang-orang. Internet, televisi, film, musik, dan beragam bacaan menyuguhkan realitas alternatif yang dapat menyembuhkan orang dari depresi dan kejenuhan akan rutinitas.

Dalam The International Encyclopedia of Media Effects (2017) disampaikan bahwa eskapisme menggunakan media massa dapat meningkatkan energi, mengubah suasana hati buruk, serta memompa kepercayaan diri. Menonton program televisi juga dikatakan dalam buku tersebut mampu membuat orang berpikir ulang tentang strateginya dalam berinteraksi dengan sekitar, sementara kegiatan bermain video game bisa mendorong orang bertemu dengan pihak-pihak yang berminat serupa dengannya.

Infografik Gembira Dalam Eskapisme

Eskapisme yang dilakukan dengan mengonsumsi cerita-cerita fantasi juga berkontribusi positif terhadap cara pandang seseorang mengenai dunia sebagaimana dituliskan dalam situs The Conversation. Dengan melakukan hal ini, para pembaca atau penonton dimungkinkan untuk menghubungkan skenario fiktif dalam cerita fantasi dengan realitas sosial mereka sendiri.

Sebagai ilustrasi, film-film seperti The Hunger Games atau Divergent bisa jadi mengubah cara pandang diri para penonton yang merasa kecil diri dan kerap cemas setiap kali berhadapan dengan masalah besar atau ancaman. Tokoh-tokoh pahlawan perempuan dalam film-film tersebut—yang bukan dari mula merupakan perempuan-perempuan super, melainkan orang-orang yang mesti mengalami serangkaian tantangan dan kepelikan hidup untuk menjadi tangguh—dapat menjadi panutan dan bukan tidak mungkin tindak-tanduk para tokoh mempengaruhi situasi psikologis dan perilaku para penonton.

Serupa air, eskapisme dapat menjelma menjadi suatu hal kaya manfaat bagi kondisi psikologis seseorang, meski tidak dapat dinafikan, eskapisme berlebihan dan dengan cara-cara tertentu justru dapat bersifat destruktif dan melibatkan kerugian bagi orang-orang sekitar.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani