tirto.id - Indonesia telah melewati pemantauan berkala pemajuan HAM dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB di Geneva, 9 November 2022.
Dalam sidang UPR putaran ke-4, pemerintah Indonesia melaporkan capaian-capaian negara ini dalam pemenuhan HAM, seperti kesuksesan dalam mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, mengesahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pembangunan infrastruktur dan penambahan anggaran untuk otonomi daerah di Papua, serta keberhasilan penanganan COVID-19.
Lantas Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pelaporan UPR menilai yang disampaikan oleh pemerintah berbanding terbalik dengan situasi sebenarnya. Misalnya perihal pembela HAM dan kebebasan berpendapat, pemerintah bilang bahwa Indonesia selalu bekerja sama dengan pembela HAM, organisasi masyarakat sipil, jurnalis, dan elemen sipil lainnya dalam rangka perlindungan HAM.
“Pembela HAM di Indonesia menghadapi berbagai serangan, mereka atau keluarganya dibuntuti, diawasi, menjadi sasaran tuntutan pidana, dan pencemaran nama baik di depan umum,” ucap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis, Kamis 10 November 2022.
Sehingga KontraS menekankan harus adanya perlindungan pembela HAM dan kebebasan berpendapat secara komprehensif dalam hukum. Kemudian pemerintah juga menerima banyak catatan dan rekomendasi untuk segera melakukan penghapusan hukuman mati dan moratorium hukuman mati melalui ratifikasi optional protocol ICCPR ke-2 tentang Penghapusan Hukuman Mati.
Namun, pemerintah merespons bahwa hukuman mati akan tetap menjadi salah satu hukuman sampingan dalam RKUHP dengan memperhatikan standar HAM yang berlaku serta tetap memberi terpidana mati kemungkinan komutasi.
Terkait isu Papua dan situasi hak asasi manusia di sana, pemerintah Indonesia menyampaikan bahwa sebagian besar kasus-kasus kekerasan di Papua telah diselidiki dan pelakunya telah diberi hukuman, tapi kenyataannya tidak ada kasus-kasus yang melibatkan aparat keamanan di Papua, termasuk pembunuhan di luar hukum, yang sebelumnya berhasil diusut tuntas dan diadili di pengadilan yang independen.
“Di dalam laporan, pemerintah hanya menyampaikan situasi di Papua dari perspektif pembangunan infrastruktur, kesejahteraan, padahal di saat yang bersamaan kekerasan berlanjut. Tentu tidak adil menjawab segala kekerasan ini hanya dengan jargon pembangunan infrastruktur,” jelas Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri.
Universal Periodic Review adalah proses yang melibatkan tinjauan catatan HAM dari semua negara anggota PBB. UPR adalah proses yang digerakkan oleh negara, di bawah naungan Dewan Hak Asasi Manusia, yang memberikan kesempatan kepada setiap negara untuk menyatakan tindakan apa yang telah mereka ambil untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di negara mereka dan untuk memenuhi kewajiban HAM.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky