Menuju konten utama

Laporan Indonesia Leaks Haram Disengketakan di Luar Dewan Pers

Laporan jurnalistik cuma bisa diselesaikan lewat Dewan Pers, termasuk investigasi Indonesia Leaks soal buku merah.

Laporan Indonesia Leaks Haram Disengketakan di Luar Dewan Pers
Puluhan jurnalis menggelar aksi hari kebebasan pers sedunia di jalan MT Haryono, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (3/5). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari berharap peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh pada 3 Mei merupakan momentum kebebasan pers lebih baik. ANTARA FOTO/Jojon/pd/17.

tirto.id - Laporan sejumlah media yang tergabung dalam Indonesia Leaks berujung kriminalisasi. Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia sekaligus inisiator Indonesia Leaks, Abdul Manan, dilaporkan Elvan Games ke polisi atas tuduhan pengaduan palsu pada penguasa, Selasa 23 Oktober lalu.

Pelaporan itu terkait dengan pemberitaan tentang perobekan barang bukti kasus suap daging yang dilakukan pengusaha Basuki Hariman. Laporan itu cukup bikin heboh lantaran dalam buku merah itu—tepatnya pada halaman yang dirobek—ada nama Kapolri Tito Karnavian. Ia tercatat sebagai orang yang menerima duit.

Ketua Divisi Advokasi AJI Indonesia, Sasmito, mengatakan pelaporan terhadap Abdul Manan tidak jelas arahnya mau ke mana. Selain karena Abdul Manan tak menulis berita, mereka yang keberatan dengan karya jurnalistik itu seharusnya memberikan hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers.

"Apa yang ditulis teman-teman media anggota Indonesia Leaks (termasuk Tempo, Suara, dan KBR) adalah produk jurnalistik. Jadi seharusnya ini ke Dewan Pers. Sebelum ke sana, ada mekanisme hak jawab," kata Sasmito kepada reporter Tirto, Sabtu (3/11/2018).

Tidak hanya dilaporkan, platform Indonesia Leaks juga mendapat serangan siber. Beberapa waktu lalu, ada yang mencoba membobol server mereka.

"Sempat ada serangan (ke server Indonesia Leaks), tapi kami tidak tahu siapa pelakunya. Domain kami juga sempat ada yang menawar," ujar Sasmito.

Felix Lamuru dari Tempo Institute meminta laporan Indonesia Leaks jangan direspons dengan kriminalisasi. Jika itu terjadi, kata Felix, ini sama dengan membungkam kebebasan pers.

“Ini ancaman buat kebebasan pers kita, kalau hasil investigasi jurnalis jadi bahan kriminalisasi,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan seharusnya penyitaan buku merah dari KPK harusnya dilakukan polisi sejak dulu. Penyitaan yang dilakukan setelah laporan Indonesia Leaks ramai dibicarakan jelas jadi pertanyaan besar.

“Jangan alihkan fokus. Kasusnya adalah perobekan barang bukti buku merah yang dilakukan penyidik polisi di KPK,” kata Felix.

Dugaan ada duit mengalir ke Kapolri adalah urusan lain yang juga harus dibuktikan. “Soal ada nama Kapolri, ya itu urusan berbeda. Terutamanya kan soal penghilangan barang bukti itu,” tegasnya.

Isi laporan Indonesia Leaks sebetulnya sudah dibantah Polri. Pada 10 Oktober lalu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan Roland Ronaldy dan Harun—dua polisi yang ketika merobek barang bukti sedang ditugaskan ke KPK—“tidak terbukti” melakukan apa yang dituduhkan.

Memahami Indonesia Leaks

Indonesia Leaks diinisiasi Free Press Unlimited, Tempo Institute, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara, dan Aliansi Jurnalis Independen. Tujuannya memberikan ruang bagi publik yang ingin membagi data ke redaksi media.

Laporan yang diterbitkan di situs anggota sudah melalui proses verifikasi yang panjang. Sumber informasi dan dokumen dipastikan kebenarannya sebelum akhirnya ditindaklanjuti.

Indonesia Leaks menghadirkan keamanan bagi siapa saja yang melapor. Dan inilah yang membedakannya dengan platform pelaporan yang dibuat pemerintah.

Felix mengatakan kebanyakan platform pengaduan pemerintah mudah diketahui siapa pengirimnya. Hal itu membuat banyak orang jadi tidak berani melapor.

Platform ini tidak hanya mengumpulkan informasi, tapi juga menjadi wadah kolaborasi media untuk menggarap kasus bersama. Kolaborasi ini menjadi kekuatan dalam pemberitaan, khususnya pada laporan investigasi.

Model platform seperti Indonesia Leaks sudah lazim di beberapa negara. Meski demikian, memang dalam praktiknya tidak sepenuhnya berjalan lancar.

“Memang berbeda-beda, Nigeria Leaks itu bisa cepat diterima karena pelapor mendapatkan uang. Di Indonesia, kami baru memulai, tapi ternyata responsnya justru seperti sekarang ini,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS BASUKI HARIMAN atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Hukum
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Rio Apinino