tirto.id - Dalam agama Islam, menjalani puasa Ramadan adalah wajib hukumnya. Namun, seperti dilansir NU Online, ada beberapa kelompok yang diberi keringanan untuk tidak puasa, salah satunya kelompok lanjut usia (lansia) yang tidak sanggup lagi berpuasa.
Bagaimana bila seorang lansia masih kuat berpuasa? Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
Keseimbangan Tubuh Manula
Kondisi fisik seorang lansia secara umum berbeda dengan seorang dewasa muda. Oleh karena itu, manula harus menimbang-nimbang beberapa risiko, di antaranya penurunan keseimbangan tubuh. Kesimpulan itu didapatkan dari studi berjudul “Effect of Ramadan Fasting on Postural Balance and Attentional Capacities in Elderly People” (2016) (PDF).
Dalam studi tersebut, R. Laatar bersama lima orang rekannya mengevaluasi 15 pria berusia 65-80 tahun yang tidak memiliki riwayat jatuh dalam kurun waktu enam bulan. Selain itu, seluruh partisipan memiliki jadwal makan dan waktu tidur tidur yang sama. Mereka juga tidak merokok dan minum alkohol atau kafein. Kriteria lainnya, para responden juga tak mempunyai gangguan penglihatan serius, gangguan kecemasan, gangguan ortopedi, dan gangguan metabolisme.
Riset itu dilakukan 4 kali, yakni pada 1 minggu sebelum Ramadan, minggu kedua bulan Ramadan, minggu keempat bulan Ramadan, dan 3 minggu setelah Ramadan. Dari pengukuran waktu reaksi terhadap responden, Laatar, dkk. mendapati bahwa puasa selama Ramadan mempengaruhi keseimbangan dan konsentrasi lansia yang membuat mereka berpotensi terjatuh.
Berdasarkan studi yang dipaparkan dalam Journal of Nutrition, Health, & Aging tersebut, mereka mengetahui bahwa waktu tiga minggu setelah Ramadan ternyata tak bisa mengembalikan efek puasa tersebut.
Puasa dan Lansia Penderita Kardiovaskular
Selain berdampak terhadap keseimbangan tubuh, puasa juga mempengaruhi aktivitas biokimia pada manula yang memiliki risiko kardiovaskular. Melalui studi berjudul “Ramadan Fasting Effects on Metabolic Parameters in Elderly Person with Cardiovascular Risk Factors” (2012) (PDF), Baccouche, dkk. menyimpulkan bahwa puasa berdampak positif bagi pasien kardiovaskular berusia lanjut saat periode awal puasa.
Faktor yang diamati dalam penelitian tersebut adalah kenaikan tingkat HDL-C dan kemampuan kontrol glikemia (kadar glukosa dalam darah). Namun, sayangnya, setelah masa puasa, ada risiko penurunan fungsi ginjal akibat kenaikan kadar glukosa dalam darah yang simultan pada pasien diabetes.
Hasil tersebut mereka dapatkan setelah melakukan observasi terhadap 87 pasien yang terdiri dari 42 laki-laki dan 45 perempuan dengan rata-rata usia 71,6 tahun. Mereka direkrut dari sembilan fasilitas kesehatan primer di area Monastir (Tunisia), tiga jenis klinik spesialis rawat jalan (kardiologi, endokrinologi, dan penyakit dalam), serta departemen gawat darurat di Rumah Sakit Fattouma Bourguiba University, Monatsir (Tunisia).
Risiko Gangguan Psikis
Tak hanya gangguan fisik saja yang mengincar kelompok lanjut usia saat puasa bulan Ramadan. Hossam Arafa Ghazi bersama dua rekannya (PDF) menemukan adanya risiko gangguan mental setelah melakukan riset “Effect of Ramadan Fasting on Physical and Mental Health of Elderly People” (2018).
Dalam studi yang dipublikasikan World Journal of Nursing Sciences tersebut, mereka mengamati 182 orang dengan usia lebih dari 60 tahun, dua per tiga dari total partisipannya adalah pria. Responden yang mereka selidiki itu masih mampu berkomunikasi dan memiliki kemampuan kognitif normal.
Namun, ada beberapa kemungkinan gangguan psikis pada manula ketika berpuasa, misalnya kecemasan, insomnia, depresi, tekanan darah tinggi dan status fungsional mereka.
Apa Penyakit yang Bisa Datang?
Dokter spesialis gizi klinis dr. Yohannessa Wulandari, M.Gizi, SpGK mengatakan bahwa tantangan berpuasa pada lansia adalah penyakit yang bersarang di tubuh mereka.
“Kalau lansia itu kalau mau berpuasa kan kadang-kadang lansia punya penyakit, berbagai macam penyakit, entah dia rutin berbagai konsumsi obat-obatan, sehingga selalu disarankan sebelum mereka mulai puasa harus konsultasi dulu yang rutin, misalnya ke dokter penyakit dalam,” ujar Yohannessa.
Setelah berkonsultasi, tentu saja lansia yang diperkenankan puasa adalah mereka yang kondisinya bisa terkontrol.
Pernyataan Yohannesa itu senada dengan buklet yang diterbitkan oleh National Health Service (NHS), Inggris (PDF). Dalam buklet tersebut, mereka membeberkan penyakit yang perlu diwaspadai ketika puasa, khususnya pada mereka yang membutuhkan perawatan tertentu seperti lansia.
Melalui buklet tersebut, NHS mengingatkan kepada Anda yang sedang menjalani pengobatan berkelanjutan untuk mengonsultasikan soal puasa dengan dokter, karena puasa bisa berdampak terhadap dosis obat oral yang mereka konsumsi.
Para peneliti itu juga menuliskan dampak fisiologis yang mungkin akan mempengaruhi sistem kardiovaskular, ginjal, dan pencernaan. Dalam keadaan tertentu, orang-orang berusia lanjut dapat dilarang berpuasa karena membutuhkan lama untuk pulih.
Contoh penyakit yang membutuhkan perhatian khusus saat puasa adalah diabetes. Pasien yang sedang menjalani suntik insulin sangat tidak dianjurkan untuk melakukan puasa atau mendiskusikan pengaruh puasa terhadap pengobatan mereka. Jika diizinkan, mereka juga diminta untuk rajin melakukan pemantauan mandiri terhadap glukosa dalam darah di tubuhnya.
Namun, jika lansia masih memiliki kondisi fisik yang baik, Yohannessa menambahkan bahwa risiko yang mungkin terjadi adalah dehidrasi akibat perubahan fisiologis pada tubuh mereka.
“Cairan itu harus tercukupi, kira-kira 8-9 gelas per hari, tergantung fungsi ginjalnya. Kalau baik, kira-kira segitu,” tutur Yohannessa.
Kebutuhan Gizi Saat Puasa
Agar tubuh tetap prima dan terhindar dari dehidrasi selama bulan Ramadan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan orang yang berpuasa untuk memperbanyak minum di antara waktu berbuka hingga sahur tiba serta mengonsumsi makanan manis saat sahur, misalnya semangka.
Dokter Yohannessa Wulandari pun menganjurkan lansia untuk membatasi gorengan, lemak jenuh, dan gula-gula tambahan. Menurut Yohannesa, asupan gula yang baik bagi lansia adalah gula alami dari buah-buahan.
“[Hindari] buka dengan minuman manis yang [diberi] gula tambahan," ungkap staf pengajar Departemen Ilmu Gizi FKUI-RSCM itu. "Dianjurkan bentuknya buah potong, atau misalnya kurma."
Selain itu, menurut WHO, cara untuk menghindari dehidrasi adalah dengan menyingkirkan minuman berkafein seperti kopi, teh, dan kola karena akan membuat tubuh Anda sering buang air kecil.
WHO pun sangat menyarankan lansia untuk tidak meninggalkan makan sahur. Tak perlu makan yang berat, cukup dengan sayuran, satu porsi karbohidrat seperti roti gandum, dan dikombinasikan dengan makanan kaya protein seperti produk susu. Lebih baik lagi jika menu makan puasa Anda dimasak dengan cara dikukus.
Selain mengontrol asupan makanan, WHO juga meminta Anda untuk menghindari tempat bersuhu tinggi karena akan membuat Anda berkeringat lebih banyak.
Editor: Maulida Sri Handayani