Menuju konten utama

Langkah Pemerintah Atur Ulang Pajak Emas Dinilai Wajar

Piter menilai pengenaan PKP oleh pemerintah cukup beralasan, karena transaksi emas bukan untuk orang miskin dan bukan barang pokok.

Langkah Pemerintah Atur Ulang Pajak Emas Dinilai Wajar
Pedagang melayani calon pembeli perhiasan emas di sebuah toko emas, Pasar Besar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (18/4/2023). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/tom.

tirto.id - Pemerintah telah menerbitkan aturan baru mengenai pedagang emas diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kewajiban tersebut juga berlaku kepada pabrikan emas perhiasan.

Terkait hal tersebut, ekonom Piter Abdullah mengatakan, cukup wajar jika pemerintah melakukan pengenaan pajak PKP terhadap para pedagang emas dan juga pabrikan emas perhiasan.

“Saya kira wajar saja kalau pemerintah kemudian melakukan perubahan terkait pengenaan pajak berkenaan dengan transaksi emas,” kata Piter saat dihubungi Tirto, Sabtu (6/5/2023).

Menurut Piter, transaksi emas ini bukan untuk orang miskin, bukan barang pokok, melainkan sebuah instrumen investasi .

“Di dalam agama Islam sendiri, emas itu sudah ada pengaturan khususnya terkait dengan pajaknya atau zakatnya. Jadi, kalau sudah memasuki perhitungannya dan masa waktunya harus segera dibayarkan zakatnya,” ungkapnya.

Ketika ditanya dampak dari aturan ini, Piter menyebut para pedagang tidak akan bisa menolak. Sebab, pajak nantinya akan dibebankan kepada konsumen yang membeli perhiasan emas.

“Saya yakin pedagang emas tidak akan menolak aturan tersebut. Karena, pajak itu di mana-mana selalu akan nanti di transfer atau dibebankan kepada pembeli atau konsumen,” jelasnya.

“Kalau dia PPn, PPn itu nanti ada yang namanya pajak masukan dan pajak pengeluaran. Dan itu akan diperhitungkan pajak bersihnya yang kemudian tidak masalah baik itu pedagang maupun pabrikan emasnya,” tambahnya.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan menerbitkan aturan baru yang mewajibkan pedagang emas perhiasan dan atau emas batangan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kewajiban yang sama berlaku bagi pabrikan emas perhiasan.

Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 yang dilansir dan diundangkan pada 28 April 2023. Ketentuan yang termaktub di dalamnya dinyatakan berlaku mulai 1 Mei 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti mengatakan, mekanisme baru pengenaan pajak atas emas perhiasan yakni PKP Pabrikan Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual untuk penyerahan kepada Pabrikan Emas Perhiasan lainnya dan Pedagang Emas Perhiasan, atau 1,65 persen dari harga jual untuk penyerahan kepada konsumen akhir.

Sementara itu, PKP Pedagang Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual dalam hal PKP memiliki Faktur Pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan, atau 1,65 persen dari harga jual dalam hal tidak memilikinya.

"Pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif. Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” katanya dalam pernyataanya, dikutip Kamis (4/5/2023).

Dwi melanjutkan, khusus penyerahan oleh PKP Pedagang Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan, besaran tertentu ditetapkan sebesar 0 persen dari harga jual. Tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK-30/PMK.03/2014.

Baca juga artikel terkait JUAL EMAS atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Fahreza Rizky