tirto.id - Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) bakal mengizinkan aparatur sipil negara (ASN) atau PNS menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran. Rencana ini menuai kritik lantaran dianggap kemunduran dalam kebijakan reformasi birokrasi di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Salah satu yang memberikan kritik adalah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif. Menurut Laode, kendaraan dinas idealnya hanya digunakan untuk kepentingan pekerjaan. Penggunaan kendaraan dinas untuk mudik dapat dikategorikan tindakan koruptif.
“Memakai mobil dinas untuk kepentingan pribadi adalah pelanggaran nyata [...] dan dapat dikategorikan sebagai perilaku koruptif. Lebih menyedihkan lagi karena pelanggaran ini ‘dilegalkan’ oleh Peraturan MenPAN-RB. Ini langkah mundur,” kata Laode saat dihubungi Tirto, Rabu (2/5/2018).
Wacana penggunaan kendaraan dinas untuk pulang kampung oleh ASN disampaikan Menteri PAN-RB Asman Abnur, Senin 30 April 2018. Saat itu, ia menyebut penggunaan kendaraan milik negara untuk mudik dimungkinkan, selama tak ada biaya kantor atau uang negara.
Asman mengaku sedang menyusun aturan yang akan memayungi teknis rencana itu. Dia berjanji, keputusan dikeluarkan sebelum Lebaran yang tiba pertengahan Juni mendatang.
“Sepanjang itu [kendaraan dinas untuk mudik] digunakan tidak memakai biaya kantor, silakan. Semua ditanggung sendiri, tidak boleh dibebankan ke kantor. Mobil itu kan melekat sama pribadinya,” kata menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Asman menjilat ludahnya sendiri lantaran ia sempat melarang ASN menggunakan kendaraan negara untuk pulang kampung pada 2017. Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 87 Tahun 2005 (PDF) Tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan dan Disiplin Kerja. Beleid itu yang menjadi dasar larangan dikeluarkan Asman tahun lalu.
“Kendaraan dinas operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok dan fungsi. Mobil dinas jangan digunakan untuk pribadi, apalagi untuk mudik saat libur lebaran,” kata Asman pada 12 Juni 2017 seperti dikutip dari Antara.
Mencederai Reformasi Birokrasi
Hingga kini, belum ada penjelasan lebih rinci dari Asman maupun, keterangan resmi dari KemenPAN dan RB mengenai rencana pemakaian kendaraan dinas untuk mudik oleh para ASN. Saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Rabu siang (2/5), Asman enggan membicarakan persoalan tersebut.
“Nanti saya lagi rumuskan, nanti saja saya umumkan,” kata Asman singkat.
Tanggapan serupa diberikan Kepala Humas Kementerian PAN-RB Herman Suryatman ketika dihubungi Tirto. “Tunggu sampai kebijakannya nanti ditandatangani. Masih dalam perumusan,” kata Herman singkat.
Sementara itu, Deputi Kelembagaan Kementerian PAN-RB Rini Widyantini belum memberi penjelasan rinci ihwal rencana itu. Pesan singkat yang dilayangkan Tirto tak dibalas Rini.
Kritik soal kebijakan ini juga disampaikan pemerhati kebijakan publik Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan dari Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) Satria Aji Imawan. Aji sapaan akrabnya, mengatakan rencana pemakaian kendaraan negara untuk mudik mengkhianati semangat reformasi birokrasi.
“Sejak reformasi birokrasi dicanangkan, salah satu agenda besarnya adalah profesionalisme ASN. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.06/2015, kendaraan dinas sudah ada alokasi anggarannya. Peraturan itu hendaknya menjadikan mobil dinas sebagai barang publik, bukan privat,” kata Aji.
Menurut Aji, reformasi birokrasi saat ini berjalan sesuai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 (PDF) tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010-2025. Gerakan itu dirancang berjalan hingga 2025.
Reformasi birokrasi memiliki makna sebagai perubahan paradigma dan tata kelola pemerintahan untuk menciptakan birokrasi profesional dengan karakter adaptif, berintegritas, bersih dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik secara akuntabel, serta memegang teguh nilai-nilai dasar organisasi dan kode etik perilaku aparatur negara.
Kebijakan Asman Bisa Berimbas ke Jokowi
Aji mengatakan Presiden Jokowi seharusnya menolak rencana yang digagas Asman ini, lantaran agenda reformasi birokrasi saat ini belum berhasil menghapus perilaku koruptif ASN.
“Bisa jadi kebijakan ini membuat perilaku mereka semakin bergerilya. Ini tidak berbicara soal 5 tahun, ganti presiden, lalu masalah selesai,” ucap Aji.
Alumnus Exeter University ini menebak dua dampak yang bisa timbul jika Jokowi tak membatalkan rencana Asman. Pertama, keberlangsungan reformasi birokrasi dianggapnya terancam karena Jokowi bisa dianggap tak punya nyali mempertahankan perbaikan reformasi birokrasi.
Kedua, Jokowi bisa kehilangan simpati dan suara jelang Pemilu. “Publik melihat Jokowi sebagai keteladanan abdi negara di dunia birokrasi. Jika bergeming, Jokowi bisa kehilangan citra dan juga dukungan di 2019,” ujarnya.
Aji menilai, rencana Asman juga bisa berindikasi pada kepentingan politik partainya. Ia menduga ada kemungkinan langkah Asman mengeluarkan rencana kontroversi untuk mempengaruhi popularitas dan elektabilitas Jokowi. Namun, ini masih sangat spekulatif.
“Indikasi ke arah sana besar mengingat PAN dengan beberapa tokohnya saat ini memiliki tingkat resisten yang besar terhadap Jokowi [...] Tentunya semua elemen partai bisa digerakkan termasuk seseorang yang sedang di dalam kabinet atau birokrasi, salah satunya dengan bermain manuver pada formulasi kebijakan,” kata Aji.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih