Menuju konten utama

Landasan Halim Terkelupas, Budi Karya: "Saya Minta Maaf"

Insiden ini mengingatkan polemik pada 2013 saat Angkasa Pura II menegur Garuda bahwa kekuatan landasan pacu bandara tak bisa dipakai untuk Boeing 777-300ER.

Landasan Halim Terkelupas, Budi Karya:
Landasan pacu Bandara Halim Perdanakusuma terkelupas setelah pesawat berbadan besar Garuda Indonesia Boeing 777-300ER lepas landas pada Jumat pagi, Jakarta Timur (28/7). Foto/istimewa

tirto.id - Landasan pacu Bandara Halim Perdanakusuma terkelupas usai dilintasi Boeing 777-300ER milik Garuda Indonesia pada Jumat lalu (28/7). Pesawat berbadan lebar itu mengangkut rombongan jemaah haji menuju Jeddah. Ia bikin Bandara Halim tertutup selama tiga jam, antara pukul 9 – 12.

Di hari yang sama, pesawat milik perusahaan pelat merah ini pun tidak bisa parkir saat lepas landas di Bandara Minangkabau. Pesawat ini pun membawa rombongan jemaah haji ke Arab Saudi. Solusinya, Garuda Indonesia akhirnya diminta oleh otoritas penerbangan agar mengganti pesawat karena bisa mengganggu penerbangan lain.

Kabar landasan terkelupas akibat pesawat Boeing 777 mengingatkan publik pada 2013 saat Garuda Indonesia berseteru dengan PT Angkasa Pura. Saat itu PT Angkasa Pura II, perusahaan negara yang beroperasi di bagian barat Indonesia termasuk Bandara Soekarno-Hatta, mengkritisi pembelian pesawat tersebut karena tak sesuai daya dukung landasan pacu bandara. Namun polemik ini menguap setelah Dahlan Iskan, Menteri BUMN saat itu, turun tangan.

Boeing 777, yang dibuat oleh Boeing Commercial Airplanes, adalah pesawat berbadan lebar dan bermesin ganda dengan jarak jauh, dan dapat mengangkut antara 314 - 451 penumpang.

Budi Karya Sumadi, menteri perhubungan saat ini, belum mau ambil kesimpulan bahwa penyebab landasan pacu Bandara Halim terkelupas akibat beban pesawat milik Garuda itu. Ia bilang “masih menunggu” hasil penyelidikan tim Masyarakat Transportasi Indonesia.

Budi mengakui kesalahannya memberi izin Garuda menerbangkan pesawat berbadan lebar itu buat mengangkut jemaah haji dari Bandara Halim.

“Ini, kan, sudah telanjur, sudah telanjur ada Boeing 777,” ujar Budi kepada Arbi Sumandoyo dari Tirto melalui sambungan telepon, Sabtu (29/). Ia menegaskan tetap memberi dukungan meski hal ini bisa sewaktu-waktu membahayakan keselamatan penerbangan.

Berikut petikan wawancara dengan Budi Karya Sumadi soal insiden aspal landasan Bandara Halim terkelupas serta polemik Boeing 777-300ER milik Garuda Indonesia.

Apa faktor penyebab landasan Bandara Halim terkelupas setelah dilintasi Boeing 777-300ER?

Pertama kali saya sampaikan, saya minta maaf kepada khalayak atas kejadian tersebut. Kita memang berani menggunakan Bandara Halim sebagai landasan yang digunakan untuk haji. Klasifikasinya, secara teknis, mestinya daya dukung landasan ini kuat. Karena Boeing 777-300ER itu adalah tipe pesawat dengan tipe roda lebih sedikit. Dengan roda lebih sedikit itu pertahanannya lebih besar dibanding Airbus 380.

Nah, berapa daya dukung landasan pacu—(pavement classification number/ PCN)—yang dibutuhkan? Mestinya di atas 140. Dengan itu, kami mengizinkan Garuda.

Tetapi mungkin di Halim ini, saya belum berani menyimpulkan apa penyebabnya, karena kita saat ini sedang mengundang tim Masyarakat Transportasi Indonesia. Kalau kesimpulan sementara, analisis pribadi ya, karena dua hal.

Satu, karena landasan ini digunakan Angkatan Udara, maka pesawat di sana bukan pesawat komersial. Di sana untuk pesawat kecil-kecil tetapi tekanannya tinggi-tinggi.

Kedua, karena saat ini musim hujan, muka air tanahnya naik. Jadi mungkin, di beberapa tempat itu, unsur airnya masuk. Ini ada rongga, jadi lapisan atas dan lapisan bawah landasan tidak menyatu, sehingga rapuh. Karena tekanan yang kuat, terjadi pengelupasan.

Tetapi ini analisis pribadi, ya, bukan ahli.

Apa rekomendasi untuk Garuda mengingat di hari yang sama, jenis pesawat yang sama tidak bisa parkir di Bandara Minangkabau?

Itu lain permasalahannya. Kalau yang di Minangkabau itu, karena areanya tidak datar. Secara teknis, Boeing menyatakan meminta rekomendasi, proses push back. Tetapi, kita juga melakukan evaluasi setelah ada rekomendasi dari Boeing bahwa tempat itu bisa dan lazim dilakukan push back, maka dilakukan. Jadi lain permasalahan antara Minangkabau dan landasan pacu Bandara Halim yang terkelupas.

Di Minangkabau, Angkasa Pura II merekomendasikan Garuda mengganti pesawat karena mengganggu penerbangan?

Jadi kita rekomendasi ganti pesawat. Kita mengeluarkan surat berikutnya dengan syarat-syarat tertentu.

Angkasa Pura II pernah menyatakan spesifikasi bandara tidak memungkinkan dilintasi oleh Boeing 777 pada 2013...

Kalau saya, lebih baik jangan mengorek luka lamalah. Semua itu, kan, perbedaan antara Garuda dan AP II. Ini, kan, sudah telanjur ada Boeing 777. Kementerian Perhubungan harus men-support Garuda memiliki pesawat itu.

Kalau ada perbedaan pendapat ... seharusnya bisa dibicarakan. Terutama Bandara Soetta sedang melakukan peningkatan dengan membuat kapasitas (daya dukung landasan pacu) supaya Boeing 777 bisa mendarat sempurna, dengan kapasitas (pesawat) berpenumpang penuh.

Artinya, dari penjelasan Anda, Boeing 777 tidak memungkinkan untuk diterbangkan atau mendarat di Bandara Soetta?

Boleh. Boleh. Boleh. Dengan catatan tertentu dan sekarang Boeing 777 ke London sudah jalan.

Melihat insiden terbaru ini, keselamatan penerbangan tidak bisa dijamin dong karena kapasitas bandara tak memungkinkan untuk penerbangan Boeing 777-300ER?

Ya kita hati-hati. Melakukan ini dengan hati-hati. Tetapi, kan, faktor eksternal, kadang-kadang tidak bisa diukur.

Apa saran Anda kepada Garuda Indonesia atas insiden terbaru ini sebab pesawat itu digunakan untuk jemaah haji?

Kita sudah putuskan kemarin (Jumat, 28/07). Semua dipindahkan ke Bandara Soekarno-Hatta. Halim akan kita review oleh Masyarakat Transportasi Indonesia.

Apakah Kementerian Perhubungan sudah memanggil Garuda Indonesia?

Oh pasti, dari kemarin kita sudah panggil terus kok Garuda.

Apa responsnya?

Respons bagus. Kooperatif.

Tolong ya (wawancara ini) disebarkan dengan nuansa yang teduh. Ini, kan, persaingan kita ketat dengan Singapura, dengan Malaysia. Ini memang suatu kesalahan tetapi kami membantu menyemangati agar Garuda menyelesaikan masalah. Jadi, untuk apa pun itu, saya mendukung Garuda sebagai flag carrier di Indonesia.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Bisnis
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam