tirto.id - Bank Negara Indonesia (BNI) mencatat penurunan laba bersih cukup drastis pada kuartal III (Q3) 2020. Penurunannya mencapai 63,9 persen year on year (yoy) sehingga laba bersih per September 2020 tersisa Rp4,32 triliun.
BNI menyatakan penurunan ini terkait dengan pembentukan pencadangan yang lebih konservatif. Imbasnya rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio Q3 2020 naik dari 159,2 persen di Q3 2019 menjadi 206,9 persen di Q3 2020.
Pencadangan dalam perbankan biasa digunakan sebagai antisipasi bank terhadap kredit bermasalah sampai kredit macet. Terutama Agar kredit tidak menyebabkan gangguan likuiditas bank yang notabene berasal dari dana masyarakat. Salah satu sumber pencadangan berasal dari pendapatan bank yang akhirnya menggerus perolehan laba bersih.
“Penurunan ini merupakan bagian dari upaya BNI untuk memperkuat fundamental keuangan bank dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa mendatang,” ucap BNI dalam keterangan tertulis, Selasa (27/10/2020).
Di tengah pandemi COVID-19, BNI mencatat pertumbuhan aset cukup baik yaitu mencapai 12,5 persen yoy. Angka ini dikontribusi dari dana pihak ketiga (DPK). DPK BNI tumbuh 21,4 persen yoy. Dari Rp580,9 triliun per Q3 2019 menjadi Rp705,1 triliun Q3 2020.
Meski DPK naik, BNI memastikan biaya simpanan atau cost of fund yang harus ditanggung bank tetap terjaga. Dalam hal ini cost of fund BNI per Q3 2020 hanya 2,86 persen lebih rendah dari 3,24 persen Q3 2019.
Di sisi lain BNI juga tetap mencatatkan pertumbuhan kredit. Per Q3 2020, pertumbuhannya mencapai 4,2 persen yoy. Dari Rp558,7 triliun pada Q3 2019 menjadi Rp582,4 triliun di Q3 2020.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz