tirto.id - Chappy Hakim ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia melalui pengumuman oleh Presiden dan CEO Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (FCX) Richard C Adkerson pada 19 November 2016. Pengesahan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) untuk memimpin Freeport cuma menunggu waktu saja.
“Penunjukan tersebut telah dilakukan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Indonesia dan sedang dalam proses untuk memperoleh persetujuan resmi dari pemegang saham,” kata VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama kepada tirto.id, Senin (21/11/2016).
Chappy sebenarnya bukan orang baru di Freeport, ia sempat menjadi penasihat senior sejak Agustus 2016. Penunjukannya akan menambah daftar orang Indonesia yang dipercaya memimpin perusahaan tambang ini, terutama dari purnawirawan TNI AU.
Melalui sambungan telepon, Chappy mengaku siap bila ditunjuk menjadi “pilot” baru Freeport. Namun, Chappy rupanya belum yakin 100 persen soal penunjukannya, karena masih menunggu keputusan para pemegang saham Freeport.
“Saya belum resmi ini, kan masih menunggu pengesahan atau persetujuan dari stakeholder ya. Jadi kasih saya waktu satu atau dua hari dulu, nanti setelah resmi baru saya bisa ngomong. Saya enggak bisa ngomong sekarang,” katanya kepada tirto.id.
Sebagai calon orang nomor satu di Freeport, Chappy bakal melewati hari-hari yang sulit dengan kondisi Freeport yang sedang terpuruk. Ini juga dialami oleh para pendahulunya, yang juga harus menghadapi tantangan berat saat memimpin perusahaan yang mengelola tambang yang pertama ditemukan oleh geolog Belanda Jean-Jacques Dozy ini.
Pucuk Lokal dan Purnawirawan TNI AU
Sejak empat tahun lalu, Freeport mencoba melakukan pendekatan berbeda untuk operasionalnya di Indonesia, salah satunya terkait penunjukan pimpinan perusahaan. Pada Januari 2012, Freeport menunjuk Rozik B. Soetjipto, mantan dirjen pertambangan Kementerian ESDM untuk menjadi presdir, menggantikan Armando Mahler. Rozik juga bukan orang baru di Freeport, sejak 2000 sudah menduduki kursi komisaris Freeport Indonesia.
Dengan pimpinan dari orang Indonesia, Freeport mencoba membangun komunikasi yang lebih baik dari persoalan yang membelit Freeport waktu itu, terutama soal aksi demo dan mogok pekerja yang terjadi sejak November 2011, yang menyangkut masalah bonus dan gaji di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan serikat pekerja.
Perjalanan Rozik memimpin Freeport tidak mudah. Pada tahun pertamanya, Freeport dihadapkan soal larangan ekspor tambang mentah yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, yang merupakan turunan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Melalui proses yang alot, Freeport akhirnya tetap punya kesempatan mengekspor konsentrat sebelum pembangunan smelter tuntas sebagai syarat dari aturan pertambangan di Indonesia.
Freeport juga dihujani musibah kecelakaan yang beruntun. Pada Mei 2013 terjadi insiden runtuhnya sebagian terowongan di area fasilitas pelatihan Big Gossan, pada bulan yang sama juga terjadi kecelakaan kerja di Deep Ore Zone (DOZ). Rangkaian musibah ini membuat induk usaha PT Freeport Indonesia yakni Freeport-McMoran Copper & Gold di AS mengumumkan status force majeure, terutama setelah tambangnya di area West Muck Bay, longsor pada 12 September 2014. Kecelakaan-kecelakaan yang menimpa tambang Freeport termasuk yang terburuk.
Namun, pada era Rozik pula capaian monumental Freeport di Indonesia tercapai. Pemerintah dan Freeport menandatangani nota kesepahaman poin-poin renegosiasi kontrak karya pada akhir Juli 2014. Ada enam poin renegosiasi yang disepakati dalam MOU, antara lain royalti emas yang naik dari 1 persen menjadi 3,75 persen, royalti perak naik dari 1 persen menjadi 3 persen, dan tembaga dari 3 persen menjadi 4 persen, dan lainnya.
Hampir genap tiga tahun memimpin Freeport, Rozik akhirnya pensiun. Nakhoda Freeport kembali dipegang oleh orang lokal yaitu Maroef Sjamsoeddin yang jadi presiden direktur PT Freeport Indonesia pada Januari 2015, setelah ditunjuk oleh Ketua Dewan Freeport-McMoRan, James Robert (Jim Bob) Moffett. Maroef merupakan Dirut Freeport Indonesia berlatar belakang militer dengan pangkat terakhir Marsekal Muda (Purn) TNI AU.
“Saya menerima kesempatan untuk memimpin PTFI dan berharap dapat bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan sejalan dengan pelaksanaan strategi investasi jangka panjang di Papua,” kata Maroef Januari lalu.
Sebelum menjabat Presdir Freeport Indonesia, Maroef adalah mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara periode 2011-2014. Kepemimpinan Maroef di Freeport cukup berat, selain menghadapi persoalan keamanan dan pemogokan pekerja, Maroef harus menghadapi skandal kongkalikong yang dikenal “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto pada Desember tahun lalu.
Selang beberapa bulan, Maroef mundur setelah terkuaknya skandal rekaman pembicaraannya soal perpanjangan kontrak Freeport. Kepergian Maroef meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah termasuk soal divestasi 10,64 persen saham Freeport senilai 1,7 miliar dolar AS.
Masalah lain adalah berkaitan dengan pemogokan pekerja. Pada awal Oktober 2016, Freeport kembali dilanda pemogokan kerja di Timika. Sebuah persoalan lama yang kini muncul lagi. Ini menjadi pukulan bagi pimpinan Freeport Robert Schroeder, sebagai pejabat sementara Freeport sepeninggal Maroef.
Masalah yang dihadapi oleh Freeport sudah pasti tidak ringan, dengan statusnya sebagai perusahaan tambang emas terbesar di dunia. Kini, di tangan Chappy Hakim, semua permasalahan harus diselesaikan, mulai dari persoalan ekspor konsentrat, kinerja induk usaha yang sedang merugi, divestasi saham, pembangunan smelter, hingga perpanjangan kontrak yang sangat menentukan pada 2021. Mampukah mantan penjaga angkasa itu menuntaskannya?