tirto.id - Apa yang biasanya kamu lakukan waktu merasa sangat marah, kecewa, sedih, atau frustrasi?
Sebagian dari kita biasanya akan mengeluarkan emosi yang kuat tersebut dengan curhat langsung ke sahabat atau orang terdekat agar perasaan menjadi lebih lega.
Itulah yang disebut venting—merilis atau melampiaskan emosi yang sedang dirasakan.
Berbagi emosi yang kamu keluarkan tersebut dipercaya dapat membantu mengurangi stres yang kamu rasakan, sehingga kesehatan jiwa dan ragamu menjadi lebih baik.
Jika orang yang menjadi tempat curhatmu menanggapi ceritamu dengan sepenuh hati dan memvalidasi apa yang kamu rasakan, kamu akan merasa didengarkan, didukung, dan diakui.
Seperti disampaikan Rachel Millstein, psikolog di Lifestyle Medicine Clinic di Massachusetts General Hospital, Boston, umumnya manusia perlu melepas emosi-emosi negatif untuk membantu mengurangi dan mengelola stres.
Melansir dari artikel di Heart.org, Millstein mengatakan, “Menelepon teman dan curhat kepadanya dapat membantu, karena kamu jadi terkoneksi dengan jaringan orang-orang yang mendukungmu. Terkoneksi dengan support network ini ikut menjadi penentu kepuasan hidup dan kesejahteraan dirimu secara keseluruhan.”
Meski begitu, perlu dipahami bahwa rasa lega dan nyaman yang kamu rasakan setelah venting adalah efek jangka pendeknya saja.
Menurut ahli kesehatan mental dan jiwa, venting bukan solusi yang tepat untuk jangka panjang, terlebih jika kamu lakukan tanpa ada inisiatif lain.
Terkait dengan emosi dan venting, Roisatun Lutfia Prastiwi, M.Psi., Psikolog atau biasa disapa Fifi dari Biro Layanan Psikologi Kawan Bicara, menjelaskan bahwa saat kamu merasakan emosi yang dahsyat, reaksi tubuh tidak hanya memunculkan rasa seperti marah, sedih, takut, senang, kecewa, dan lainnya, akan tetapi ada juga reaksi fisiologis dan kognitif.
Saat terjadi sesuatu yang membuat kamu mengalami tekanan atau stres, maka otak akan terstimulasi yang membuat bagian otak bernama amigdala mengeluarkan respon berupa emosi.
Selain itu, bagian otak yang bernama hipotalamus akan melepas hormon adrenalin dan kortisol yang membuat tubuh menjadi waspada terhadap ancaman dan bersiap melakukan sesuatu.
Kedua hormon itulah yang membuat tubuh menjadi tegang, detak jantung dan napas menjadi lebih cepat, serta tekanan darah meningkat.
Melakukan venting sebagai sebuah bentuk katarsis dapat membuat kita merasa lebih tenang karena tekanan yang sudah dialami ini telah dirilis. Maka dari itu, venting penting untuk dilakukan.
Hanya saja, setelah venting, kebanyakan orang mungkin merasa masalahnya sudah selesai—lupa bahwa di balik emosi-emosi yang muncul masih ada masalah yang menjadi akar penyebabnya.
"Akibatnya, ketika hal yang serupa terjadi lagi, muatan emosinya akan langsung tercetus kembali dan menjadi intens lagi,” lanjut Fifi.
Refleksi merupakan langkah yang penting agar kamu dapat membuat kesimpulan dari apa yang terjadi dan memutuskan apa yang perlu kamu lakukan. Dengan begitu, emosimu tidak mudah terpicu lagi saat masalah yang serupa kembali terjadi.
Dengan melakukan refleksi setelah venting, kamu berpotensi terhindar dari stres berkepanjangan yang tentunya membawa efek tidak baik karena tubuhmu terus merasa tegang dan waspada.
Menariknya, menurut Fifi, ada orang-orang yang menganggap venting saja sudah cukup dan menghindar melakukan refleksi.
Ini bisa terjadi karena mereka tidak siap untuk menghadapi masalah yang menjadi akar penyebabnya.
Bukan tidak mungkin ketidaksiapan ini berkaitan dengan masalah yang terlampau berat dan menakutkan sehingga mereka memilih untuk memendam atau menguburnya dalam-dalam.
Nah, apabila kamu sedang berada dalam kondisi seperti ini, ada baiknya kamu meminta bantuan psikolog agar merasa lebih aman.
Setelah intensitas emosi mereda, kamu bisa melakukan refleksi dengan bantuan psikolog sehingga kamu dapat mengidentifikasi akar masalah dan segera mengupayakan solusinya.
Memilih orang yang tepat sebagai tempat venting merupakan hal yang penting. Kita harus betul-betul selektif menentukan.
Pilihlah orang yang benar-benar kamu percaya, dan kamu yakini bahwa dia akan mampu untuk menyimak, memahami, serta menerima apa yang kamu sampaikan.
Tentu, kita tidak mungkin mengontrol respons orang lain atas masalah yang kita alami. Namun setidaknya kita bisa memprediksi bentuk responsnya akan seperti apa.
Lalu, apa yang harus kamu lakukan jika ada temanmu yang ingin venting?
Kamu harus memastikan bahwa dirimu benar-benar siap energi dan mental, serta tidak sedang banyak pekerjaan dan beban pikiran yang membuat kamu susah fokus untuk mendengarkan apa yang disampaikan temanmu.
Terlebih jika sudah diperkirakan bahwa temanmu akan butuh waktu panjang untuk venting. Sebaiknya tentukan waktu dan tempat yang sesuai agar kalian sama-sama berada dalam kondisi yang nyaman.
Hindari pikiran bahwa temanmu yang venting ingin melibatkan dirimu untuk menyelesaikan masalahnya. Artinya, kamu tidak perlu bersemangat atau berapi-api memberikan saran atau solusi—karena itu bisa jadi bukan yang dibutuhkan temanmu.
Pastikan satu hal penting sebelum temanmu venting. Tanyakan terlebih lebih dulu pada dia, “Apa yang kamu butuhkan? Apakah kamu butuh untuk didengarkan, atau kamu ingin meminta pendapat dan masukan dariku terkait masalah yang kamu hadapi?”
“Jadi, saat seseorang sedang venting, memang harus disimak baik-baik agar kamu bisa memahami dari sudut pandangnya, bukan dari sudut pandang kamu. Berikan pendapat dan saran jika ia membutuhkan tapi jangan dipaksakan, agar kalian sama-sama nyaman.”
Satu saran lagi yang diberikan oleh Fifi apabila kamu menjadi tempat venting adalah memisahkan bahwa apa yang diceritakan temanmu adalah masalah miliknya, bukan masalah milikmu.
Prinsip tersebut penting untuk menjaga dirimu agar tetap objektif dan tidak ikut terlibat apalagi sampai terbawa emosi.
Jika kamu merasa kamu mulai ikut terbawa emosi mendengar cerita temanmu dan tubuh mulai terasa tidak nyaman, maka tidak ada salahnya untuk mengambil jeda dan beristirahat.
Kamu bisa minta izin ke toilet atau keluar sebentar, lalu meredakan emosi yang muncul dengan mengatur napas. Apabila memungkinkan, cobalah teknik grounding untuk membantumu sadar dan kembali fokus pada saat ini.
Selanjutnya, jika kamu merasa apa yang temanmu sampaikan terlalu berat dan kamu tidak sanggup untuk mendengarkan lagi, maka jangan ragu untuk meminta tolong agar dia berhenti.
Akui bahwa kamu sudah tidak sanggup, lalu sarankan temanmu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional. Sebab, kembali lagi, keputusan untuk menjadi tempat venting diambil berdasarkan kesanggupan. Apabila kamu merasa tidak sanggup, jangan dipaksakan, ya!
Penulis: Yunita Lianingtyas
Editor: Sekar Kinasih