Menuju konten utama

Kuasa Hukum Ahok Pasrah pada Kesaksian Ibnu Baskoro

Pada persidangan kedelapan kasus penistaan agama dengan terdakwa gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Jakarta (Ahok), tim kuasa hukum Ahok mengaku pasrah menghadapi pernyataan saksi ketiga, Ibnu Baskoro.

Kuasa Hukum Ahok Pasrah pada Kesaksian Ibnu Baskoro
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1). ANTARA FOTO/Pool/Isra Triansyah.

tirto.id - Pada persidangan kedelapan kasus penistaan agama dengan terdakwa gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Jakarta (Ahok), tim kuasa hukum Ahok kelelahan menghadapi pernyataan saksi ketiga, Ibnu Baskoro. Kesaksian Ibnu Baskoro yang terus menyatakan tidak ingat akan beberapa hal di meja hijau, membuat tim penasihat pasrah pada Majelis Hakim.

“Yang Mulia, saya menyerah deh. Saya serahkan ini pada majelis,” ujar salah satu anggota tim penasihat hukum Ahok.

Pernyataan ini terlontar lantaran Ibnu Baskoro terlihat bingung saat menjawab pertanyaan dari tim penasihat hukum Ahok. Pertanyaan yang dimaksud padahal sudah jelas tentang kalimat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam bukunya yang berjudul “Merubah Indonesia” pada halaman 40.

Di halaman 40 buku tersebut, Ahok dianggap menodai Alquran melalui tulisannya. Kemudian tim kuasa hukum Ahok menanyai Ibnu tentang apa maksud yang ditangkap olehnya terkait dengan pernyataan Ahok tersebut. Ibnu hanya diam sampai ketua majelis hakim menegurnya.

“Jujurlah, jujurlah padaku,” kata Dwiarso Budi Santiarto selaku Ketua Majelis Hakim perkara ini.

Ibnu bahkan mengatakan bahwa kalimat tersebut sudah jelas dan tidak perlu dijelaskan. Namun, hakim ketua kemudian terus menanyakan bahwa apabila sudah jelas, seharusnya Ibnu bisa mengutarakan maksud dari kalimat tersebut.

Ibnu berbicara secara terpotong-potong dan mengakui bahwa kalimat tersebut adalah seperti yang seharusnya, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

Dalam bukunya di halaman 40, Ahok menyebut bahwa “Ayat itu sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elite karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya,Dari oknum elite yang berlindung di balik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Al-Maidah 51. Isinya, melarang rakyat menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka dengan tambahan jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin yang seiman.”

Jadi, apabila memang maksud Ahok memang seperti apa yang ditafsir dalam buku tersebut, maka Ahok tidak menyerang umat Islam ataupun ulama, melainkan hanya elite politik saja. Hal ini yang ingin ditegaskan kepada Ibnu, tetapi jawabannya membuat tim penasihat hukum Ahok kelelahan untuk melanjutkan.

Dalam beberapa kali pertanyaan, Ibnu juga mengaku lupa tentang apa yang pernah dia lakukan dahulu. Contohnya adalah pada BAP kepolisian yang menyebutkan tentang laporan Ibnu Baskoro terhadap tindakan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Ibnu menjawab singkat “Kalau 28 September, saya tidak ingat.”

Dalam BAP kepolisian yang diterima oleh tim penasihat hukum Ahok, Ibnu tercatat melaporkan Ahok pada tanggal 28 September 2016, sedangkan video Ahok baru saja diunggah oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta pada tanggal 28 September 2016, pukul 13.28 WIB. Sedangkan laporan di BAP menyebutkan Ibnu menerima kabar dari warga terkait video tersebut pada pukul 11.00 WIB.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri