tirto.id - Koalisi organisasi masyarakat sipil menilai KTT ke-43 ASEAN di Jakarta pada 5-7 September 2023 belum memberikan ruang partisipasi bermakna bagi rakyat.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi seperti Migrant CARE, Koalisi Perempuan Indonesia, Oxfam Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dan lain-lain.
Mereka menilai hal ini menjadi ironis, karena piagam ASEAN jelas mencantumkan pada pembukaannya frasa "We The People".
“Namun dalam kenyataannya hampir sama sekali tidak ada ruang partisipasi bermakna bagi rakyat di kawasan ASEAN untuk memberi masukan secara substantif dalam agenda-agenda Keketuaan Indonesia untuk ASEAN di tahun 2023,” tulis koalisi masyarakat sipil dalam keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Menurut koalisi, pandemi COVID-19 seharusnya menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk mendengarkan masa-masa sulit yang dialami rakyat di kawasan Asia Tenggara.
“Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menegaskan bahwa ASEAN harus inklusif dan memberi manfaat bagi rakyat di kawasan ASEAN, namun dalam kenyataannya ASEAN tidak pernah memberi ruang dan kesempatan yang luas bagi rakyat,” tulis koalisi masyarakat sipil.
Selain itu, demokrasi di kawasan ASEAN sedang dalam ancaman dan ruang kebebasan masyarakat sipil makin menyempit. Ketimpangan, kemiskinan, kerusakan lingkungan, kekerasan terhadap perempuan dan ketidakadilan dihadapi oleh sebagian besar rakyat di kawasan Asia Tenggara.
Kondisi yang makin berat dirasakan oleh perempuan, anak, masyarakat adat, penyandang disabilitas dan kelompok marginal yang dipinggirkan karena identitas, orientasi seksual, status kewarganegaraan, dan status minoritas lainnya.
“ASEAN juga menghadapi tantangan masalah keamanan non-tradisional seperti krisis kesehatan masyarakat (belajar dari pandemi COVID-10), perubahan iklim, ketahanan/kedaulatan pangan dan sumberdaya air, keamanan digital serta kejahatan lintas batas negara (trafficking, ekstremisme kekerasan, terorisme dan pencucian uang) yang mengharuskan ASEAN mengedepankan pendekatan human security (keamanan insani),” tulis koalisi masyarakat sipil.
Koalisi masyarakat sipil mendorong agar keketuaan Indonesia tetap membuat ASEAN relevan dan bermanfaat bagi rakyat di Asia Tenggara .
Ada berbagai usulan disampaikan terkait ASEAN, yaitu mengenai pekerja migran dan perdagangan orang, ekonomi perawatan yang berkeadilan gender, transisi energi yang cepat, adil dan transformatif, bisnis yang berkelanjutan dan inklusif, agenda perempuan, perdamaian dan keamanan, kesetaraan dan keadilan gender serta perwujudan ASEAN sebagai kawasan yang ramah HAM dan bebas dari ketimpangan.
Dalam keterangan terpisah, salah satu anggota masyarakat sipil, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengingatkan Indonesia sebenarnya memiliki sejumlah modal yang memadai untuk mendorong ASEAN menjadi kawasan yang ramah pada pekerja migran.
“Namun sayang sekali, modalitas tersebut hanya menjadi macan kertas dan tidak menjadi platform kunci bagi negara-negara anggota ASEAN, baik sebagai negara asal dan negara tujuan, untuk memastikan adanya regulasi dan kebijakan perlindungan pekerja migran,” kata Wahyu di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Hingga saat ini, kata Wahyu, kawasan ASEAN masih belum menjadi kawasan yang ramah bagi pekerja migran. Pandemi COVID-19, bahkan semakin membuat Asia Tenggara menjadi kawasan yang berbahaya bagi pekerja migran.
“Penempatan pekerja migran telah dibajak oleh sindikat perdagangan manusia. Kondisi ini makin diperparah oleh lemahnya komitmen negara dan suburnya praktik korupsi di negara-negara ASEAN,” kata dia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan