Menuju konten utama

KSP Larang Warga Panik Usai 90 Sekolah di DKI Tutup karena COVID

Menurut Tenaga Ahli Utama KSP pengubahan status PTM 100 persen di Jakarta harus diikuti dengan penetapan asesmen PPKM di Jakarta masuk level 3.

KSP Larang Warga Panik Usai 90 Sekolah di DKI Tutup karena COVID
Siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN 08 Kenari jakarta, Senin (3/1/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) meminta masyarakat tidak bersikap panik dan berlebihan setelah mendengar 90 sekolah di Jakarta ditutup dan tidak menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. KSP lantas membandingkan bahwa jumlah sekolah yang ditutup masih bagian kecil dari total sekolah di Jakarta yang mencapai 6.000 lebih.

"Waspada harus proporsional, jangan panik berlebih. Kita ribut dengan penutupan 90 sekolah, padahal di Jakarta ada 6.421 sekolah," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo, di Gedung Bina Graha Jakarta, Jumat (28/1/2022).

Sesuai dengan data yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta, sebanyak 90 sekolah ditutup setelah ditemukan kasus COVID-19 pada siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Sekolah yang ditutup mencakup jenjang TK sampai SMA itu, tersebar di 5 wilayah kota Jakarta, yakni Jakarta Barat 9 sekolah, Jakarta Pusat 5 sekolah, Jakarta Selatan 31 sekolah, Jakarta Timur 42 sekolah, dan Jakarta Utara 3 sekolah.

Pria yang disapa Bram ini menegaskan, segala kebijakan mengenai belajar dan pembelajaran tatap muka mengacu SKB 4 menteri. Dalam SKB tersebut, penetapan sekolah tatap muka maupun daring mengacu pada level PPKM tiap daerah. Oleh karena itu, pengubahan status PTM 100 persen di Jakarta harus diikuti dengan penetapan asesmen Jakarta masuk level 3.

"Jika angka kasus di Jakarta semakin naik dan level PPKM jadi level 3, maka otomatis PTM dibatasi maksimal 50 persen. Tapi jika level PPKM kembali membaik maka PTM dinaikan lagi hingga 100 persen. Ini diatur dalam SKB 4 Menteri," tegas Abraham.

Ia mengingatkan bahwa pembelajaran daring di masa pandemi memiliki dampak buruk bagi anak. Hal tersebut mengacu pada kajian Kemendikbudristek maupun KSP.

"Menurut kajian Kemendikbud dan Kemenag, hanya 15 persen anak SD kelas 1 yang nilainya sesuai standar. Bahkan hasil verlap KSP malah menemukan 50 persen anak SD kelas 1 belum bisa baca tulis," ungkapnya.

Oleh karena itu, Abraham memandang belajar tatap muka itu lebih baik dan perlu terutama pada tingkat dasar.

Baca juga artikel terkait KLASTER SEKOLAH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto