tirto.id - Kantor Staf Presiden (KSP) membantah bahwa kenaikan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak berkaitan dengan momentum perayaan ramadan. KSP menegaskan bahwa kenaikan level PPKM dilakukan berbasis asesmen pemerintah dalam penanganan COVID.
“Indikator yang digunakan dalam penentuan level PPKM tiap daerah mengacu pada rekomendasi pakar dan WHO, seperti angka kasus, angka testing, tracing, bed, vaksin, dan lain-lain," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo, di gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (10/2).
"Jadi sungguh tidak benar mengkaitkan pengetatan level PPKM dengan momentum perayaan agama tertentu," kata Abraham.
Abraham memastikan bahwa pemerintah transparan tentang data dan kajian dalam penentuan asesmen level PPKM. Ia mengaku, asesmen bisa dilihat dan dinilai langsung oleh publik via laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di vaksin.kemkes.go.id.
Ia meminta pada masyarakat untuk tidak termakan isu-isu miring yang mengkaitkan level PPKM dengan kegiatan keagamaan.
"Sekarang adalah momentum kita untuk bersatu dan bergotong royong menghadapi gelombang Omicron," pesan Abraham.
Pemerintah resmi menaikkan level PPKM dari level 2 ke level 3 di sejumlah daerah aglomerasi seperti Jabodetabek, Bandung Raya, dan Yogyakarta. Kenaikan level diklaim bukan karena daerah-daerah tersebut sebagai penyumbang kasus COVID terbesar sebagaimana data kasus harian yang dirilis setiap hari, tetapi akibat rendahnya tracing maupun jumlah orang yang dirawat di rumah sakit.
“Hal ini terjadi bukan akibat tingginya kasus, saya ulangi, bukan akibat tingginya kasus tetapi juga karena rendahnya tracing,” ucap Luhut, Senin (7/2/2022).
Sejumlah pihak lantas membangun narasi bahwa kenaikan level PPKM dikaitkan dengan bulan Ramadan. Hal itu ramai disampaikan sejumlah netizen.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri