tirto.id - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menegaskan anggaran yang digunakan untuk pembelian pesawat helikopter AW 101 1 unit tidak berasal dari Sekretariat Negara (Setneg).
"Jadi saya tegaskan anggaran yang digunakan untuk pembelian pesawat helikopter AW-101, jumlahnya satu itu adalah anggaran yang diturunkan untuk UU Angkatan Udara (UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI) bukan dari Sekretaris Negara (Setneg)," ujar KSAU Hadi Tjahjanto di lingkungan Istana Presiden Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Menurut Hadi, pengadaan dilakukan oleh TNI AU sesuai dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Namun untuk dukungan administrasi berasal dari Kementerian Pertahanan untuk bisa mencairkan anggaran.
"Untuk pengadaan AW-101, Kementerian Pertahanan pun pada waktu itu kan hanya dikhususkan untuk pesawat VVIP. Jadi Kementerian Pertahanan tidak tahu kalau akan diadakan untuk pesawat angkut. Oleh sebab itu, saya membentuk tim investigasi ke dalam internal Angkatan Udara adalah untuk melihat proses perencanaan sampai dengan pengadaan bagaimana," jelas Hadi.
Ia melaporkan hasil investigasi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW 101).
"Saya melaporkan bahwa saya akan melaksanakan investigasi yang sudah saya bentuk terhadap pengadaan AW-101. Jadi investigasi terdiri dari mulai dari perencanaan, pengadaan sampai dengan pengadaan itu mekanismenya bagaimana. Itu pun saya seizin Panglima TNI," kata Hadi.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya mengungkapkan telah menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki pembelian helikopter AW-101 karena pembelian pesawat itu sudah dibatalkan mengingat Presiden Joko Widodo menolak pembelian helikopter itu untuk VVIP.
Tapi ternyata sudah ada satu unit heli angkut yang dimiliki TNI AU. Helikopter itu hingga saat ini menurut Hadi masih ada di hanggar AU di Halim Perdanakusuma.
"Belum diserahterimakan dan kami masih harus menyelesaikan beberapa dokumen yang harus diselesaikan. Apakah dikembalikan atau tidak dikembalikan itu hasil dari investigasi saya," tambah Hadi.
Sehingga menurut Hadi, ada tim investigasi yang ia bentuk untuk internal TNI AU dan ada juga tim untuk investigasi di bawah pengawasan Panglima TNI.
"Memang saya izin Panglima TNI untuk membuat tim investigasi, kemudian akan disinkronkan dengan investigasi dari Panglima TNI. Karena permasalahan internal yang tahu adalah saya, sehingga saya akan mengisi apa kekurangannya hasil dari yang didapat oleh Panglima TNI. Untuk itu saya mohon izin ke Panglima TNI untuk membuat tim itu, juga perkembangan akan saya laporkan ke Panglima TNI," tegas Hadi.
Apalagi menurut Hadi, pengadaan helikopter yang ditolak oleh Presiden Joko Widodo adalah untuk VVIP, bukan untuk alat angkut.
"Memang pada waktu itu sebetulnya untuk angkut pasukan. Pada waktu itu kan prosesnya adalah akan mengadakan pesawat untuk VVIP. Presiden sudah menolak. Selesai menolak berarti tidak ada lagi kaitannya dengan istana atau presiden," jelas Hadi.
Sebelumnya, Panglima TNI dan Menhan tidak dalam satu komando dalam persoalan pembelian helikopter AW 101. Sebagai Panglima TNI, Gatot merasa tak dilibatkan dalam pembelian ini. Tapi Menhan berlindung di balik Permenhan No 28 tahun 2015 yang menyebutkan TNI AU berhak mengajukan usulan anggaran kepada Menhan tanpa sepengetahuan Panglima TNI.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri