tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tujuh orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan. Penangkapan berkenaan dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2021-2022.
Setelah mendapatkan keterangan dan bukti permulaan cukup, KPK menetapkan tiga dari tujuh orang tersebut sebagai tersangka. Mereka ialah Plt Kadis PU Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus PPK dan KPA, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
"Untuk proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 16 September 2021 s/d 5 Oktober 2021 di Rutan KPK," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan dalam konferensi pers, Kamis (16/9/2021) malam.
Ketiga tersangka ditahan di rutan KPK berbeda; Maliki ditahan di Pomdam Jaya Guntur, Marhaini ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, dan Fachriadi di Kavling C1. Sebelum penahanan, ketiga tersangka akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rutan masing-masing.
Perbuatan tercela ini bermula dari rencana Dinas PUPRT Kab. Hulu Sungai Utara mengadalan lelang 2 proyek irigasi yakni, rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah dengan dana Rp1,9 miliar dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam dengan dana Rp1,5 miliar.
Lelang belum muncul di LPSE, namun Maliki memberikan kode ke Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang. Sebagai imbalan, Maliki minta imbalan 15 persen dari keduanya.
Proses lelang berjalan aneh. Dari 8 perusahaan yang mendaftar untuk perencanaan DIR Kayakah, hanya perusahaan Marhaini yang mengajukan penawaran.
Hal sama terjadi pada perencanaan DIR Banjang Desa Karias Dalam. Dari 12 perusahaan yang mendaftar, hanya perusahaan Fachriadi dan CV Gemilang Rizki yang mengajukan penawaran.
Setelah penetapan pemenang lelang, dua perusahaan milik kedua tersangka keluar sebagai pemenang dengan nilai masing-masing Rp1.9 miliar.
Kemudian terbit surat perintah membayar pencairan uang muka. Sebagian pencairan uang tersebut, diduga diberikan kepada Maliki sebesar Rp170 juta dan Rp175 juta secara tunai. Pemberian ke Maliki melalu Mujib selaku orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.
Tim KPK sendiri menangkap Maliki setelah mengikuti Mujib pada 15 september 2021. Ketika itu Mujib hendak mengantarkan uang Rp170 juta ke Maliki. ternayata Maliki sudah menerima Rp175 juta lebih dulu.
Barulah Tim KPK bergerak meringkus Marhaini dan Fachriadi di rumah masing-masing.
"Adapun barang bukti, yang saat ini telah diamankan, diantaranya berbagai dokumen dan
uang sejumlah Rp345 juta," ujar Alex.
Tersangka Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf
(b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal
Pasal 64 KUHP Jo Pasa 65 KUHP
Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jo Pasal 65 KUHP.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan