Menuju konten utama

Kronologi Korupsi YKP yang Diduga Rugikan Negara Rp60 Triliun

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 11 Juni 2019 menggeledah kantor YKP dan PT Yekape untuk mencari barang bukti.

Kronologi Korupsi YKP yang Diduga Rugikan Negara Rp60 Triliun
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyambangi kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sekitar pukul 13.00 WIB, pada Kamis (20/6/2019). Risma diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi aset pemerintah kota yang dikuasai Yayasan Kas Pembangunan (YKP).

Tak main-main, diduga negara mengalami kerugian mencapai Rp60 triliun dari aksi rasuah ini.

Selain Risma, hari itu Kejati juga memanggil Ketua DPRD Kota Surabaya Armudji, Direktur YKP Mentik Budiwijono, dan pengurus YKP Catur Hadi Nurcahyo.

Kronologi Kasus

Yayasan Kas Pembangunan dibentuk pada 1952. Lembaga ini bertujuan membantu pemerintah daerah khususnya Pemkot Surabaya dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan. Untuk itu, memiliki kewenangan untuk mendirikan, mengusahakan, dan mengelola pendirian rumah berdasarkan peraturan YKP Kotamadya Surabaya.

Pada awal pembentukannya, YKP mendapatkan modal berupa 3.048 persil tanah yang merupakan tanah negara bekas Eigendom Verponding. Pada 1971, Pemkot Surabaya kembali menyuntik dana Rp15 juta ke YKP.

Karena merupakan aset daerah, maka YKP selalu dipimpin oleh Wali Kota Surabaya. Kemudian pemerintah mengeluarkan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dalam aturan itu tegas melarang kepala daerah merangkap jabatan.

Karena itu, Wali Kota Surabaya saat itu, Sunarto mengundurkan diri dari kursi pimpinan YKP pada tahun 2001. Ia lalu menunjuk Sekretaris Daerah, Yasin untuk menggantikannya.

Namun, tiba-tiba pada 2002 Wali Kota Sunarto kembali menunjuk dirinya untuk memimpin YKP. Sunarto juga menunjuk 9 pengurus baru untuk memimpin YKP. Kini, kursi pimpinan YKP diduduki oleh Mentik Budiwijono.

Diduga, pada 2002 itu pengurus baru mengubah AD/ART dan secara sepihak memisahkan diri dari Pemkot Surabaya.

Kendati begitu, YKP masih terus menyetor kas kepada Pemerintah Kota Surabaya sampai 2007. Namun setelah itu, YKP dan anak usahanya PT Yekape bergerak sendiri selayaknya perusahaan swasta dan menangguk aset hingga triliunan rupiah.

Kasus ini sempat mengemuka pada 2012. Saat itu, DPRD Kota Surabaya melakukan hak angket dan memanggil semua pihak yang bersangkutan ke DPRD. Inisiator angket itu adalah Armudji yang kini jadi Ketua DPRD Surabaya. Hasilnya, DPRD merekomendasikan agar YKP dan anak usahanya diserahkan ke Pemkot Surabaya, tapi YKP menolak.

“Sampai saat ini masih belum terlaksana," kata Armudji usai pemeriksaan oleh Kejati Jawa Timur, pada Kamis (20/6/2019) seperti dikutip Antara.

Risma yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pun telah mengirim surat kepada YKP yang isinya meminta aset-aset pemerintah kota dikembalikan. Namun, lagi-lagi permintaan tersebut dimentahkan.

Risma kemudian mengadukan hal ini ke Gubernur Jawa Timur, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

“Jadi kami tidak berhenti melainkan panjang rangkaiannya itu,” kata Risma usai menjalani pemeriksaan oleh Kejati, seperti dikutip Antara, Kamis (20/6/2019).

Gayung bersambut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mulai menelusuri kasus ini dan menemukan indikasi korupsi sehingga menaikkan status perkara ke penyidikan. Pada 11 Juni 2019, tim dari Kejati menggeledah kantor YKP dan PT Yekape untuk mencari barang bukti.

Sehari kemudian, Kejaksaan langsung menyodorkan surat permohonan pencegahan berpergian ke luar negeri untuk lima orang pengurus YKP. Mereka antara lain Surjo Harjono, Mentik Budiwijono, Sartono, Chairul Huda dan Catur Hadi Nurcahyo.

Tak hanya itu, tujuh nomor rekening yang berkaitan dengan YKP dan PT Yekape pun langsung diblokir oleh Kejaksaan sejak Jumat (14/6/2019).

Baca juga artikel terkait SUAP YKP atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz