tirto.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) berencana memanggil Wali Kota Surabaya 2 periode Bambang DH pekan depan.
Bambang akan dipanggil sebagai saksi untuk kasus korupsi PT YKP bersama 7 orang lainnya untuk perkara yang merugikan negara triliunan rupiah tersebut.
"Delapan termasuk mantan wali kota dulu, Bambang DH," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim Richard Marpaung saat dihubungi Tirto, Sabtu (22/6/2019).
Namun, Richard tidak merinci tanggal pemanggilan Bambang. Ia mengaku perlu memeriksa lebih spesifik tanggal pemeriksaan Bambang.
Menurut Richard, pihaknya masih mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi pekan depan, sehingga belum menentukan tersangka.
Hingga saat ini, kejaksaan sudah memeriksa setidaknya 15 saksi. Kelima belas saksi terdiri atas Direktur Utama YKP, pengurus yayasan YKP, mantan pejabat Pemkot Surabaya serta Ketua DPRD Surabaya Armudji.
Kejaksan Tinggi Jawa Timur pun kemarin memeriksa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk mendalami kasus tersebut. Dalam pemeriksaan tersebut, kejaksaan meminta keterangan terkait kepemilikan aset Pemkot Surabaya.
"Bu Risma itu diminta surat kemarin masalah aset-aset pemprov apa saja, kepemilikan apa saja. Jadi dia sebagai pelapor kemarin," kata Richard.
Hingga saat ini, Kejati Jatim sudah menetapkan perkara korupsi YKP ke tahap penyidikan. 5 orang pihak YKP sudah dicegah bepergian ke luar negeri dalam kasus ini, namun belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
"Sekarang masih pemeriksaan dulu, masih penyidikan, tersangka belum ditetapkan," kata Richard.
Kasus korupsi YKP sudah beberapa kali diproses secara hukum. Semua berawal ketika Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk Pemkot Surabaya tahun 1951. Kala itu, seluruh modal dan aset awal YKP berupa tanah sebanyak 3.048 persil berasal dari Pemkot.
Akan tetapi, seluruh bukti aset YKP dipegang oleh Wali Kota Surabaya saat itu, Sunarto. Padahal, UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah menyatakan kepala daerah tidak boleh rangkap jabatan.
Akhirnya tahun 2000 Wali Kota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua. Pada 2002, Wali Kota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. Sejak saat itu pengurus baru itu diduga mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot.
Hingga tahun 2007, YKP masih setor ke Kas Daerah Pemkot Surabaya. Tetapi setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus, hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.
Kasus ini kemudian mendapat atensi DPRD Surabaya hingga sepakat membentuk pansus hak angket. Pansus tersebut merekomendasikan agar YKP dan PT YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya.
Namun pengurus YKP menolak menyerahkannya hingga akhirnya diproses Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno