tirto.id - Baru-baru, pemilik akun TikTok @awbimaxreborn atau bernama asli Bima Yudho Saputro menjadi viral usai dilaporkan ke polisi akibat mengkritik Pemerintah Provinsi Lampung lewat media sosial.
Video berdurasi 03.32 menit tersebut menampilkan kritik Bima kepada pemerintah Lampung dan mempresentasikannya dengan laptop. Video viral tersebut Bima beri judul “Alasan Lampung Gak Maju-Maju”.
Terdapat sejumlah poin kritik yang disampaikan, mulai dari infrastruktur yang terbatas, sistem pendidikan yang lemah, tata kelola lemah, dan ketergantungan pada sektor pertanian.
Pada menit ke 00.12, Bima menyebut Provinsi Lampung dengan sebutan “Dajjal”. Kritikan yang disampaikan Bima memang terkesan sedikit pedas. Inilah yang menyulut seorang pengacara bernama Gindha Ansori Wayka melaporkan Bima ke Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika pada Senin, 10 April 2023.
Gindha Ansori menjelaskan, alasan dia melaporkan pemilik akun tersebut karena konten yang dibuat berpotensi menyesatkan publik.
Kronologi Kasus Bima Tiktok
Menurut Gindha Ansori, narasi tentang penggunaan kata “banyak proyek mangkrak di Provinsi Lampung” yang disebutkan Bima tidak didukung data valid.
Selain itu, Gindha juga mengarisbawahi pernyataan Bima yang menyebut
“aliran dana dari Pemerintah Pusat berjumlah ratusan miliar dan tidak tahu Kota baru sekarang telah jadi tempat buang jin anak atau tidak”.
Menurut Gindha, pernyataan tersebut menggiring opini publik tanpa adanya data yang kuat. Dia mengatakan, ketidaktahuan Bima menghasilkan konten yang tidak sesuai fakta. Sehingga, asal bicara tanpa ada data konkret.
Menanggapi pelaporan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung menilai pengaduan terhadap Bima telah melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat.
Antara News mewartakan bahwa Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengingatkan bahwa kebebasan pendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin konstitusi, sehingga negara wajib hadir untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut.
Kebebasan berpendapat tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Tidak hanya itu, regulasi yang mengatur tentang kebebasan berkumpul dan berpendapat juga tertuang dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
Sumaindra Jarwadi mengatakan, dalam kasus Bima, pihaknya bersama AJI Bandar Lampung siap memberikan pendampingan hukum.
Selanjutnya, Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma menyoroti, beberapa tahun terakhir UU ITE menjadi pasal karet untuk mengkriminalisasi dan membungkam mereka yang mengkritik pemerintah.
“Padahal, kritik terhadap pengambil kebijakan sangat diperlukan sebagai evaluasi kinerja. Sehingga, pemerintah bisa mengambil langkah perbaikan. Terlebih substansi kritik yang disampaikan merupakan fakta yang memang terjadi di Lampung,” kata Dian.
Dian juga menganjurkan pemerintah dan aparat penegak hukum supaya dapat menjamin keselamatan Bima dan keluarganya. Pasalnya, Bima mengaku pada Jumat, 14 Maret 2023 keluarganya mendapatkan intervensi oleh pihak pelapor.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto