tirto.id - Situasi politik di Jazirah Arab sedang memanas. Qatar, salah satu negeri kaya di kawasan tersebut dikucilkan oleh para tetangganya di kawasan Jazirah Arab. Negeri-negeri Jazirah Arab seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Yaman, Mesir, dan Libya memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Pemutusan hubungan diplomatik diikuti dengan pemutusan akses darat, laut, dan udara dari dan menuju Qatar.
Akibat krisis politik tersebut, berbagai maskapai penerbangan, terutama maskapai asal Qatar, membatalkan semua penerbangan dari dan menuju Qatar dari negeri-negeri di Jazirah Arab yang memutus hubungan diplomatik dengan mereka. Dan akibat ditutupnya akses darat, laut, dan udara, Qatar harus merancang ulang jalur penerbangan internasional mereka jika negeri itu tidak ingin benar-benar terkucilkan dari dunia luar.
Praktis, negeri yang sedang berlomba dengan Uni Emirat Arab dalam membangun gedung-gedung pencakar langit tersebut, terisolir dan sangat rentan terhadap kekurangan pangan karena sebagian besar pasukan makanan mereka, berasal dari para tetangganya di Jazirah Arab.
Pemutusan hubungan diplomatik ini ternyata bermula dari stasiun televisi milik pemerintah Qatar, QNA, saat menayangkan pidato sang Emir Qatar, Sheih Tamim bin Hamad Al Thanipada 23 Mei lalu dalam acara wisuda militer. Dalam running text atau news ticker disebutkan bahwa Emir Qatar dalam pidatonya menyebut negara tersebut memiliki hubungan yang kuat dan baik dengan Iran dan Israel. Pada saat yang sama, akun resmi media sosial televisi tersebut, juga mengunggah tweet yang sama dengan apa yang ditampilkan running text kala sang Emir berpidato. Padahal, dalam tayangan pidato tersebut, sang Emir tidak mengungkapkan ujaran-ujaran yang diinformasikan dalam running text maupun postingan Twitter.
Pemerintahan Qatar membantah semua kutipan dalam running text dan kicauan di Twitter tersebut. Mereka menyebutnya sebagai informasi bohong. Pihak Qatar mengklaim, stasiun televisi milik mereka “diretas oleh pihak yang tidak diketahui.” Jika ditilik dari kicauan Twitter resmi stasiun QNA, ada keganjilan pada postingan tersebut. Analis keamanan siber John Arterbury, sebagaimana dikutip dari Motherbord mengungkapkan bahwa ada perbedaan tweet yang diunggah QNA asli dengan tweet yang memuat informasi palsu tersebut. Umumnya tweet-tweet QNA, diunggah menggunakan aplikasi buatan mereka yang diberina nama “QNAnewstweets”. Namun, saat tweet yang mengandung informasi palsu tersebut muncul, tweet tersebut tidak diunggah dengan aplikasi yang biasa dipakai pihak admin akun Twitter QNA tersebut.
Sayangnya, klaim pemerintah Qatar yang menyebutkan bahwa stasiun televisi mereka dan akun resmi televisi tersebut diretas, dibantah salah satunya oleh televisi milik pemerintah Arab Saudi, Al Arabya. Al Arabya mengungkapkan bahwa mereka memiliki bukti bahwa QNA tidak diretas dan peretasan terhadap stasiun televisi merupakan pekerjaan yang sangat besar.
Meskipun terdapat dua klaim berbeda tentang retas-meretas stasiun televisi yang dialami QNA, sesungguhnya, aksi peretasan terhadap stasiun televisi bukanlah suatu hal yang baru. Aksi peretasan terhadap stasiun televisi, salah satunya menimpa stasiun KRTV, sebuah stasiun televisi lokal yang berafiliasi dengan CBS. Sebagaimana diwartakan Wired, pada tanggal 4 Februari 2013 lalu, tayangan “The Steve Wilkos Show,” tiba-tiba terhenti dan digantikan sebuah peringatan bahwa kiamat zombie sudah dekat. Dalam siaran tersebut pula, diinformasikan beberapa wilayah yang telah terkena dampak kiamat zombie.
Selain itu, pada tanggal 22 November 1987, dua kanal siaran televisi di Chicago, Amerika Serikat, diretas dengan menayangkan sosok misterius yang menggunakan topeng Max Haeadroom selama 90 detik. Kemudian pada 26 November 1977, Southern Television yang mengudara di Inggris Raya, diretas dengan menampilkan audio yang mengatasnamakan “Galactic Overlord”. Dalam aksi peretasan tersebut, pemirsa stasiun televisi itu diperingatkan ancaman terhadap kemanusiaan.
Selain aksi-aksi peretasan di atas, ada pula peretasan televisi yang terjadi pada tanggal 14 September 1984. Kala itu, sebuah televisi di Polandia diretas dengan memanfaatkan ZX Spectrum. ZX Spectrum, merupakan komputer 8-bit yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan bernama Sinclain Research pada tahun 1982. Dalam aksi peretasan tersebut, peretas mengajak warga yang menyaksikan, agar memboikot pemilihan umum yang mereka anggap korup.
Di Cina, sebagaimana diwartakan The Telegraph, pada tanggal 2 Agustus 2014 lalu, sebuah televisi lokal di wilayah Wenzhou juga diretas. Selama 10 menit, peretas menyiarkan sebuah pesan yang mengolok-olok partai komunis. Dalam aksi peretasan tersebut, si peretas juga menyelipkan foto Tank Man, sebuah foto terkenal yang diambil kala protes terjadi di Tiananmen Square pada 1989 lampau. Beberapa pengguna Sina Weibo, media sosial buatan Cina, mengunggah cuplikan dan foto-foto aksi peretasan tersebut. Namun tak berselang lama, pemerintah Cina melakukan aksi sensor terhadap postingan di Sina Weibo tersebut dan beberapa akun yang memposting, hilang dari peredaran. Aksi peretasan tersebut, diduga dilakukan oleh kelompok peretas anti partai komunis. Namun, melalui pernyataan di majalah Foreign Policy, mereka membantah telah melakukan peretasan di stasiun lokal Cina tersebut.
Aksi peretasan siaran televisi, maupun siaran radio, biasa disebut dengan istilah “Broadcast Signal Intrusion”. Secara sederhana, dalam aksi peretasan siaran televisi, sang peretas mengintrusi pancaran sinyal siaran stasiun televisi, dengan sinyal siaran yang telah disiapkan oleh sang peretas. Aksi peretasan televisi, memang terbilang sangat berat. Apalagi dengan perubahan dari siaran analog menuju siaran digital.
Salah satu jalan menuju peretasan siaran televisi adalah dengan memanfaatkan decoder Emergency Alert System yang umum ditemukan di Amerika Serikat. Emergency Alert System merupakan protokol peringatan nasional yang mewajibkan entitas penyiaran, seperti stasiun televisi dan radio, untuk memberikan jalur komunikasi terhadap Presiden Amerika Serikat dan bisa digunakan pula sebagai medium peringat penting terhadap warga Amerika Serikat. Perihal Emergency Alert System, dikendalikan oleh Komisi Komunikasi Federal atau FCC Amerika Serikat. Namun, sebagaimana diwartakan Wired pada 2013 lalu, firma kemanan siber IOActive mengungkapkan bahwa beberapa varian decoder Emergency Alert System memiliki celah keamanan yang bisa dimanfaatkan peretas untuk melakukan siaran atau intrusi tanpa izin terhadap suatu stasiun televisi. Selain itu, Make Davis, salah satu peneliti dari IOActive mengungkapkan bahwa terdapat celah keamanan di aplikasi server dari dua sistem peringatan digital yakni DASDEC-I dan DASDEC-II yang digunakan dalam sistem tersebut.
Peretasan terhadap siaran televisi, jelas merupakan pekerjaan yang sangat sukar dilakukan. Teknisi-teknisi yang bekerja di stasiun televisi, pasti telah mengantisipasi jauh-jauh hari terhadap peretasan yang mungkin dilakukan terhadap sistem yang mereka pakai. Krisis di Jazirah Arab yang salah satunya diakibatkan oleh dugaan peretasan stasiun televisi QNA, menimbulkan dampak yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Qatar yang diputus hubungan diplomatik oleh negera-negara di kawasan Jazirah Arab, kini harus menderita akibat, salah satunya, oleh peretas yang tidak bertanggung jawab.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti