tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa rampung sebelum masa tahapan pencalonan yang akan dimulai pada Mei 2016.
Hal tersebut diungkapkan komisioner KPU Juri Ardiantoro, di Jakarta, Rabu (6/4/2016). Juri berharap perdebatan mengenai tujuan revisi maupun sengketa partai politik yang tengah terjadi tidak menghambat proses revisi UU Pilkada ini.
“Prinsipnya, KPU akan melihat keputusannya seperti apa. UU yang berlaku tersebut akan kita gunakan sebagai patokan proses pilkada,” kata Juri menambahkan.
Dalam proses revisi ini, Juri menilai ada pihak-pihak yang mempertanyakan tujuan dan maksud revisi terhadap UU Pilkada tersebut.
Menurut dia, mungkin saja ada kekhawatiran yang berpendapat revisi tersebut merupakan upaya pemerintah yang menggunakan otoritasnya untuk melegitimasi atau mengintervensi partai yang sedang bersengketa.
“Dalam hal ini pemerintah adalah narapihak, maka pemerintah harus menjaga statusnya tersebut dan tidak ikut masuk ke dalam konflik internal partai. Ini pendapat pribadi saya ya,” ujarnya.
Sedangkan dari DPR, Juri juga menilai pasti pihak parlemen pun akan mempertanyakan sikap pemerintah yang menginginkan revisi terhadap UU tersebut. “Yang pasti pemerintah juga punya alasan, tapi intinya kita akan ikuti setiap hasil dari revisi tersebut,” kata dia.
KPU, kata Juri, dalam revisi ini juga telah menyiapkan 73 poin yang akan diajukan dalam revisi UU Pilkada kepada pemerintah dan DPR. Isi dari revisi yang diajukan KPU kepada pemerintah antara lain soal pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, penyelesaian perselisihan hasil, sosialisasi, hingga pengadaan logistik.
Untuk pencalonan, dalam draf revisi Pasal 40 UU Pilkada, KPU mengajukan isi 'Parpol yang dapat mendaftarkan pasangan calon adalah yang terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.' (ANT).