tirto.id - Tiga lembaga yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Populi Center, inginkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta melakukan pendataan ulang pemilih.
Ketiga lembaga tersebut sepakat bahwa pendataan ulang pemilih dapat meningkatkan partisipasi dalam Pilkada DKI putaran kedua 19 April 2017 nanti. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi bertema “Pilkada DKI Jakarta: Partisipasi Pemilih dan Rasionalitas” di kantor Perludem, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (27/2/2017).
Perwakilan Perludem, Khoirunnisa Agustiyati menyebutkan salah satu faktor yang membuat masih adanya pemilih yang tidak berpartisipasi di Pilkada DKI 15 Februari kemarin, adalah faktor mal-administrasi. Menurutnya, faktor tersebut bisa terjadi karena keterbatasan jangkauan KPU DKI Jakarta dalam mendata pemilih.
"Masih banyak kalangan, seperti pemilih di perumahan elite dan panti sosial yang tidak terjangkau. Akhirnya, mereka tidak dapat memilih karena tidak mendapat surat undangan," katanya.
Untuk itu, Khoirunnisa menyebut putaran kedua ini merupakan kesempatan bagi KPU DKI Jakarta untuk dapat melakukan pendataan ulang pada pemilih.
Kendati demikian, Khoirunnisa tidak serta merta menyalahkan KPUD DKI Jakarta. Di sisi lain, ia memuji adanya sistem baru yang diterapkan KPU dalam mendata pemilih, yakni dengan adanya sinkronisasi data pemilih pemilu sebelumnya dan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4).
Dengan adanya mekanisme tersebut, menurutnya telah meminimalisasi pemilih yang tidak terdata. Hanya saja, katanya, pada kalangan tertentu memang kurang pro aktif dalam menanyakan status pemilihnya ke KPU.
"Kalangan elite itu misalnya, mereka sering luput dari KPU karena jarang berada di rumah. Namun tidak pro aktif dalam menanyakan statusnya," katanya.
Senada dengan itu, Usep S. Ahyar, perwakilan dari Populi menegaskan, dalam putaran pertama kemarin masih terdapat missing list pemilih.
"Dari survei kami terdapat 25-30 persen missing list pemilih," kata Usep dalam kesempatan yang sama.
Missing list yang dimaksud oleh Usep, yakni antara daftar pemilih tetap dan data penduduk di satu lokasi TPS tidak sama.
"Ada yang jumlahnya lebih banyak dari data penduduk, ada pula yang lebih sedikit," katanya.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi lantaran tidak ada pembaruan data dari KPU DKI Jakarta, sehingga masih ada daftar pemilih yang orangnya telah meninggal dunia, sedangkan yang hidup malah tidak ada.
Ia juga menyatakan, 75,5 persen partisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta putaran pertama bukanlah suatu hal yang mengesankan. Pasalnya, menurutnya, dari hasil survei yang didapat lembaganya sebelum pemilihan, partisipasi diperkirakan bisa mencapai lebih kurang 90 persen.
"Yang 20-an persen tidak memilih itu adalah kalangan yang tidak terjangkau," katanya.
Sementara itu, Masykur Hafidz dari JPPR mengatakan, selain melakukan pendataan ulang daftar pemilih KPU DKI Jakarta juga mesti melihat kembali kecocokan daftar pemilih dengan lokasi TPS mereka.
Menurutnya, dalam putaran pertama kemarin, salah satu yang menjadikan masih adanya angka golongan putih (golput) adalah karena lokasi TPS yang jauh dari tempat tinggal pemilih.
"Orang Jakarta itu kan berpindah-pindah, jadi harus dilakukan pendataan ulang sesuai lokasi TPS," katanya.
Dari data JPPR yang disampaikannya, angka golput yang sebesar 24,5 persen sebanding dengan 1,7 juta pemilih. "Itu jumlah yang sangat besar," katanya.
Dari data tersebut pula, diketahui bahwa Jakarta Pusat merupakan wilayah berpartisipasi terendah dengan hanya 74 persen angka partisipasi pemilih. Sedangkan, Kepulauan Seribu menjadi yang paling tinggi dengan 81 persen partisipasi pemilih.
Pada tingkat kecamatan, Johar Baru adalah kecamatan yang paling rendah angka partisipasinya dengan angka 65 persen. Sedangkan, Kepulauan Seribu Selatan menjadi yang paling tinggi partisipasinya dengan angka mencapai 83 persen.
Sedangkan untuk partisipasi berdasarkan gender, data dari JPPR menyebutkan partisipasi wanita lebih tinggi dibanding laki-laki dengan angka rata-rata 51 persen.
Di sisi lain, ketiganya juga sepakat bahwa peran kedua pasangan calon (paslon) yakni, Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat juga penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih di putaran kedua nanti. Menurut mereka, paslon punya kekuatan untuk melakukan kerja-kerja politik yang mampu mendorong pemilih ke TPS.
"Daripada mendekati pemilih paslon nomor 1, lebih baik mendekati masyarakat golput," kata Masykur.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto