tirto.id - Ajeng Tias Endarti, Dosen Kesehatan Masyarakat di STIKES Mohammad Husni Thamrin, mengatakan bahwa KPU perlu untuk turun ke lapangan, melakukan investigasi, dan mendata detail kematian 527 petugas Pemilu selepas bertugas.
"Hal paling sederhana yang dapat dilakukan oleh KPU adalah dengan membuat sebaran data kematian para petugas KPPS dan time trend kematian sejak hari pencoblosan hingga saat ini," kata Ajeng dalam keterangan tertulis pada Sabtu (18/5/2019).
Ajeng menjelaskan bahwa data distribusi kematian tersebut dapat dijadikan dasar hipotesis tentang kelelahan kerja, yaitu semakin banyaknya pemilih di suatu KPPS maka angka kematian terjadi.
"Otopsi verbal yang dilakukan pada anggota keluarga korban akan sangat membantu mengidentifikasi karakteristik korban, mulai dari umur, riwayat penyakit, durasi waktu kerja KPPS dan kondisi akhir sesaat sebelum korban mengalami kematian," jelas Ajeng.
Sejumlah informasi tersebut, kata Ajeng, bisa menjadi dasar untuk perbaikan sistem KPPS ke depannya.
"Jika memang ini terjadi maka otopsi korban untuk mengetahui cause of death akan sangat penting untuk menjawab permasalahan ini," ujarnya.
Ajeng menegaskan bahwa pendalaman masalah kematian petugas KPPS menjadi penting. Pasalnya, kematian petugas KPPS kini memasuki kategori Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Dalam sudut pandang epidemiologi yang selama ini saya pelajari, kematian petugas KPPS ini tidak dipungkiri sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)/ outbreak / epidemic," tegas Ajeng.
Ajeng menjelaskan bahwa suatu fenomena dapat disebut sebagai KLB saat ada peningkatan kasus atau penyakit yang lebih dari biasanya. Selain itu, saat suatu penyakit yang sebelumnya tidak menimbulkan kematian dan kemudian tiba-tiba menyebabkan penderitanya mengalami kematian.
"Maka saat itu juga lah kondisi KLB dapat di-declared," tegas Ajeng.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri