tirto.id -
Komisioner KPPU, Guntur Saragih, menjelaskan, kasus Grab dan TPI bermula dari dugaan kuat terkait dengan perlakuan diskriminatif Grab yang mengistimewakan mitra pengemudi dari TPI dibandingkan mitra individual.
"TPI itu yang menaungi beberapa driver. Di Grab driver-nya ada yang di TPI dan ada mandiri, ini untuk roda empat. Grab melakukan driskriminasi terhadap driver mandiri dan ini termasuk kepada pelanggaran perusahaan tidak sehat," katanya di DPR kemarin (17/7/2019).
Menurut Guntur, keduanya diduga melakukan persekongkolan usaha yang merugikan driver (pengemudi) mandiri Grab roda empat (Grab car).
Sehingga, Majelis Komisi nantinya yang memutuskan apakah bersalah atau tidak bersalah berikut dengan besaran denda. Jika dinyatakan bersalah, dendanya maksimal Rp25 miliar.
"Menjadi kewenangan majelis yang menyidangkan. Apakah memutuskan bersalah atau tidak bersalah berikut dengan besaran dendanya. Kalau memang itu bersalah, maksimum Rp25 miliar," ucapnya.
Dugaan pelanggaran persaingan usaha tersebut bermula ketika ratusan pengemudi Grab Car melakukan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara pada awal Februari 2019 lalu.
Ratusan pengemudi Grab tersebut menuntut agar Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menutup operasional TPI.
Mereka menuding Grab telah memberikan keistimewaan kepada pengemudi Grab yang bernaung di bawah TPI dan menyebabkan pengemudi Grab mandiri sering tidak kebagian order.
Alhasil, mereka gagal mencapai target trip harian dan berdampak pada penghasilan mereka dan banyak pengemudi yang tidak dapat membayar cicilan mobil dari leasing dengan lancar hingga akhirnya mobilnya ditarik.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari