Menuju konten utama

KPK Tolak Permintaan DPR untuk Buka Pemeriksaan Miryam S

KPK menolak permintaan membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani. Kendati DPR mengajukan hak angket, KPK tak akan membuka rekaman itu.

KPK Tolak Permintaan DPR untuk Buka Pemeriksaan Miryam S
Mantan anggota Komisi II DPR tahun 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani (kedua kiri) meninggalkan ruangan usai bersaksi dalam sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (E-KTP) dengan terdakwa Sugiharto dan Irman di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (30/3). Jaksa Penuntut Umum KPK meminta agar Miryam S Haryani ditahan karena memberikan keterangan palsu dalam persidangan tersebut. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - KPK menolak permintaan Komisi III DPR untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II, Miryam S Haryani, terkait kasus e-KTP. Permintaan Komisi III itu disampaikan saat menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan KPK pada Rabu (19/4) dini hari.

“Kami sampaikan bahwa KPK berbeda pendapat dengan Komisi III. KPK tentu tidak dapat membuka rekaman pemeriksaan saksi kecuali dalam proses persidangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Lantaran KPK menolak permintaan itu, Komisi III berniat mengajukan hak angket.

Permintaan ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Novel Baswedan pada sidang lanjutan dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017 lalu. Novel menyampaikan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.

Menurut Novel, anggota Komisi III yang ikut menekan itu antara lain Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa namanya.

"Telah kami sampaikan bahwa keterangan tersebut dan bukti-bukti lain adalah bagian yang saling terkait dengan kasus yang sedang kita tangani, baik penyidikan dengan tersangka MSH (Miryam S Haryani) ataupun proses persidangan kasus KTP-E yang juga sedang berjalan," ungkap Febri.

Lebih lanjut Febri menegaskan bahwa membuka bukti di luar persidangan hanya akan mengganggu jalannya penyidikan. Kendati demikian, pihaknya menghormati kewenangan pengawasan yang dijalankan DPR.

Namun, kata Febri, jika keterangan saksi di sidang yang saat itu disampaikan penyidik KPK Novel Baswedan tentang adanya orang-orang tertentu yang menekan Miryam dipersoalkan, dan bukti-bukti yang ada dibuka di luar proses hukum tentu berisiko membuat bias atau bahkan menghambat penanganan kasus e-KTP yang sedang berjalan.

Ia berharap semua pihak dapat memahami bahwa proses hukum e-KTP yang sedang ditangani KPK dibiarkan berjalan di jalur hukum agar penanganan kasus tidak terganggu.

Menurut laporan Antara, usulan penggunaan hak angket disetujui 6 dari 10 fraksi yaitu PDI-Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PPP, dan Nasdem sedangkan tiga fraksi lain yaitu PAN, PKS dan Hanura ikut mendukung dengan catatan akan berkonsultasi dengan pimpinan fraksi sedangkan fraksi PKB abstain karena wakilnya tidak hadir saat rapat.

Selanjutnya, usulan itu akan disampaikan ke rapat badan musyawarah (Bamus) untuk dibahas di rapat paripurna DPR dan paripurna akan memutuskan hak angket ini dilanjutkan atau tidak.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH