tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II Tahun 2010. RJ Lino sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka sejak Desember 2015.
"KPK menahan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021 di Rutan Rumah Tahanan Negara Klas I Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Komisioner KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/3/2021).
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kronologi kasus korupsi RJ Lino bermula pada 2009, PT Pelindo gagal melakukan lelang untuk pengadaan 3 unit QCC. Tiga unit QCC rencananya akan digunakan di pelabuhan Palembang dan Pontianak. Mereka sempat menunjuk PT Barata Indonesia namun tidak mencapai kesepakatan harga dan spesifikasi barang.
RJ Lino memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan untuk menunjuk langsung ulang pada 18 Januari 2010; tiga perusahaan mereka undang yakni ZPMC dari Cina, HDHM dari Cina, dan Doosan dari Korea Selatan.
Satu bulan kemudian RJ Lino diduga mengubah surat keputusan direksi dan menghapus ketentuan penggunaan komponen. Tujuan perubahan agar RJ Lino bisa mudah menunjuk langsung pabrikan di luar negeri.
"Adapun surat keputusan Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur, sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," ujar Alex.
Padahal barang buatan HDHM dan ZPMC tidak sesuai dengan kebutuhan pemakaian karena terstandarisasi Cina dan perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor QCC ke luar negeri.
RJ Lino menerima uang muka dari HDHM sebesar 24 juta dolar Amerika Serikat tanpa sepengetahuan direktur keuangan. Bahkan transaksi gelap tersebut berlangsung ketika prosses lelang masih berlangsung.
Tiga unit QCC dikirim ke pelabuhan Palembang dan Pontianak tanpa melalui proses commision test yang mana sebagai syarat wajib sebelum serah terima barang.
Secara keseluruhan nilai kontrak mereka mencapai 15,5 juta dolar AS; dengan perincian 5,3 juta dolar AS untuk membayar pesawat angkut ke pelabuhan Panjang Palembang dan 4,9 juta dolar AS untuk biaya angkut ke pelabuhan Palembang dan 5,2 juta dolar AS untuk biaya angkut ke pelabuhan Pontianak.
Jumlah tersebut lebih tinggi dari harga yang diperoleh KPK berdasarkan data dari ahli ITB; harga pokok produksi untuk QCC Palembang hanya 2,9 juta dolar AS, untuk pelabuhan Panjang hanya 3,3 juta dolar AS, dan untuk QCC Pontianak hanya 3,3 juta dolar AS.
"KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar USD 22.828,94," imbuh Alex.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali