Menuju konten utama
Kasus Korupsi PT Pelindo II

Jaksa KPK: Korupsi RJ Lino Buat Negara Rugi 1,99 Juta Dolar AS

RJ Lino didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara cq PT Pelabuhan Indonesia II sebesar USD.1.997.740,23.

Jaksa KPK: Korupsi RJ Lino Buat Negara Rugi 1,99 Juta Dolar AS
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/8/2021).ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan direktur utama PT Pelindo II Richard Joost Lino telah melakukan korupsi memperkaya perusahaan Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China sebesar 1.997.740,23 dolar AS. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Lino di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (9/8/2021).

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China seluruhnya sebesar USD1.997.740,23 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pelindo II (persero) sebesar USD1.997.740,23 berdasarkan hasil perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan 3 ( tiga ) unit Quayside Container Crane pada PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Tahun 2010," kata jaksa dalam dakwaannya.

Kasus itu bermula pada 2009, PT Pelindo II berencana membeli quayside container crane (QCC) untuk Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang, dan Pelabuhan Pontianak. Namun, proses lelang selalu gagal karena perusahaan penyedia gagal memenuhi spesifikasi yang diminta. Akibatnya, PT Pelindo II melakukan pengadaan QCC melalui penunjukan langsung ke PT Barata Indonesia.

Walau begitu, Lino memanggil insinyur HDHM China untuk datang ke Jakarta. Selanjutnya, ia memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan untuk menemani insinyur tersebut melakukan survei ke Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Pontianak, dan Pelabuhan Jambi. Perbuatan itu dianggap bertentangan dengan prinsip adil dan wajar sebagai mana termaktub dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009.

Singkat cerita, negosiasi dengan PT Barata Indonesia tidak menemui titik temu soal harga. Karenanya Lino menunjuk langsung ulang tiga perusahaan yakni ZPMC dari Cina, HDHM dari Cina, dan Doosan dari Korea Selatan. Perintah ini disampaikan melalui memo nomor 6327.

Namun ada kendala lain, Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/P.I.II-09 Tanggal 9 September 2009 Pasal 39 ayat (2) menyatakan Pengadaan Barang/Jasa semaksimal mungkin harus menggunakan produksi/sumber daya dalam negeri.

Mengakali kendala itu, Lino memerintahkan untuk merevisi SK Direksi tersebut guna menghapus ketentuan soal kewajiban menggunakan produk dalam negeri. Selain itu, SK Direksi edisi revisi itu pun dimanipulasi, SK Direksi edisi revisi itu ditandatangani pada Februari 2010 tetapi dibuat backdate seolah-olah ditandatangani pada Desember 2009.

Singkatnya, PT Pelindo II kemudian mengikat kerja sama kontrak pengadaan Twin Lift QCC pada tanggal 30 September 2011 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2011 dengan HDHM dari Tiongkok. Akan tetapi ketiga unit Twin Lift QCC tersebut tidak pernah melewati pre-delivery commissioning test di lokasi pabrik HDHM sebelum pengiriman, serta commissioning test pada saat pemasangan di lokasi masing-masing pelabuhan sehingga tidak di ketahui kualitas dan kemampuan dari Twin lift QCC buatan HDHM tersebut.

Terlebih, dari hasil overload test meliputi dynamic test, Twin Lift QCC itu mendapat angka 120 persen dari safe working load, sementara untuk static test mendapat nilai 140 persen dari safe working load.

"Walaupun pengadaan Twin lift QCC dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku, pihak HDHM tetap mengajukan permohonan pembayaran kepada pihak PT. Pelindo II (Persero) dan atas permohonan tersebut Terdakwa tetap memberikan persetujuan untuk pembayaran kepada pihak HDHM sebesar USD15.165.150".

Pembayaran 15.165.150 dollar AS itu dilakukan dalam enam termin. Padahal, berdasarkan hitungan KPK harga wajar untuk 3 unit twin lift QCC adalah 13.579.088,71 dolar AS. Rinciannya, 10.000.262,85 dolar AS biaya produksi, 2.553.418,86 dolar AS margin keuntungan wajar, dan 1.025.407.00 dolar AS biaya lain-lain.

"Bahwa akibat perbuatan terdakwa melakukan intervensi pengadaan 3 (tiga) unit Twinlift Quay Container Crane (QCC) berikut pekerjaan jasa pemeliharaannya telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara cq PT Pelabuhan Indonesia II sebesar USD.1.997.740,23," kata jaksa.

Atas perbuatannya itu, Lino didakwa dengan dakwaan alternatif. Pada dakwaan primair ia dijerat pasal Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada dakwaan alternatif ia dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI RJ LINO atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Restu Diantina Putri