Menuju konten utama

KPK Siap Kalahkan Tersangka BLBI di Sidang Praperadilan

KPK sudah menyiapkan argumentasi dan tim khusus untuk menghadapi tersangka korupsi BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung, di sidang praperadilan yang mulai berlangsung pada awal pekan depan.

KPK Siap Kalahkan Tersangka BLBI di Sidang Praperadilan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (kiri) ketika memberikan keterangan tentang penetapan tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan Komisi Anti-rasuah sudah siap menghadapi argumen tersangka korupsi BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung, di sidang gugatan praperadilan pada awal pekan depan, 25 Mei 2017.

KPK sudah mempersiapkan tim yang akan membalik argumen mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut. Syafruddin mengajukan gugatan praperadilan karena menganggap KPK tak berwenang menangani korupsi yang berkaitan dengan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada salah satu debitur BLBI, pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, tersebut.

"Kami sudah mendapatkan surat panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menghadiri praperadilan yang diajukan tersangka kasus BLBI. Tentu saja tim KPK akan hadir pada Senin 15 Mei 2017 besok," kata Febri di gedung KPK, Jakarta pada Jumat (12/5/2017) seperti dilansir Antara.

Menurut Febri, KPK memiliki argumentasi kuat mengenai kewenangan lembaga ini dalam penanganan kasus korupsi BLBI yang akan disampaikan dalam sidang praperadilan itu.

"Misalnya tentu akan kami jawab terkait dengan alasan (tersangka) bahwa KPK tidak berwenang menangani BLBI. Itu akan kami jawab secara tuntas karena kewenangan KPK sangat jelas di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK)," kata Febri.

Febri menambahkan KPK juga akan membantah argumentasi tersangka BLBI, yang mengatakan bahwa lembaga ini tidak bisa menangani kasus yang terjadi sebelum UU KPK terbentuk, dengan alasan ada prinsip hukum tidak berlaku surut.

"Tentu saja ini akan kami uraikan lebih lanjut nantinya. Kami menangani sebuah kasus yang terjadi dalam rentang waktu 2002 sampai dengan 2004, karena SKL itu yang sekarang sedang kami sidik adalah sesuatu yang diterbitkan pada tahun 2004 dan itu masih menjadi domain setelah Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 diterbitkan," kata Febri.

Kemarin, Febri juga sudah menjelaskan kasus ini tidak bisa dianggap sebagai perkara perdata. Sebabnya KPK tidak menyoroti perjanjian perdata di kasus ini melainkan terkait dampak penerbitan SKL untuk Sjamsul Nursalim yang merugikan negara hingga Rp3,7 triliun.

KPK juga akan membeberkan bukti-bukti, yang melandasi keputusan penetapan Syafruddin sebagai tersangka, di persidangan praperadilan.

"Secara formil kami harus tunjukkan bukti-bukti yang ada karena KPK punya kewajiban saat meningkatkan status suatu perkara ke penyidikan ada syarat bukti permulaan yang cukup, tapi tidak bisa secara rinci kami tunjukkan karena itu merupakan ranah pokok perkara yang seharusnya disampaikan di pengadilan Tipikor nanti," kata Febri.

Kasus BLBI selama ini dianggap sebagai korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998.

Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai ketentuan karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan, sehingga negara sempat dinyatakan merugi hingga Rp138,4 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom