tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Pemkab Bekasi mengevaluasi perizinan Meikarta karena diduga bermasalah.
"Karena jika ada masalah, maka hal ini dapat merugikan masyarakat yang menjadi konsumen," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (13/11/2018).
KPK saat terus melalukan pendalaman terkait perizinan Meikarta. Sejauh ini KPK menduga bahwa perizinan Meikarta memang sudah bermasalah sejak awal. Salah satunya ialah masalah terkait dengan tata ruang di Kabupaten Bekasi.
"Perlu kita ingat, peruntukan lahan dan tata ruang penting diperhatikan agar pembangunan properti dapat dilakukan secara benar dan izinnya tidak bermasalah," kata Febri.
Untuk mendalami masalah perizinan Meikarta, hari ini KPK melakukan pemeriksaan terhadap 3 orang saksi. Mereka ialah Joko Mulyono (Kabid di Bagian Hukum Pemkab Bekasi), Asep Efendi (Pengawal Pribadi Bupati Bekasi Neneng Hasanah) dan Daniel Firdaus (Kabid PSDA Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
Pemeriksaan itu saksi itu dilakukan KPK untuk keperluan penyidikan kasus suap yang terkait dengan perizinan Meikarta. Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 9 tersangka.
KPK sudah menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus ini. Selain Billy, tersangka pemberi suap lainnya ialah Taryudi dan Fitra Djaja Purnama (konsultan Lippo Group) dan Henry Jasmen (pegawai Lippo Group).
Sedangkan tersangka penerima suap ialah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan 4 pejabat Pemkab Bekasi. Para pejabat itu: Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi) dan Neneng Rahmi (Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
KPK menduga Bupati Neneng telah menerima uang suap sebesar Rp7 miliar dari Billy. Suap tersebut diduga merupakan bagian dari commitment fee senilai total Rp13 miliar.
Suap itu juga diduga terkait dengan sejumlah izin terkait megaproyek Meikarta yang dibangun di atas lahan seluas 774 hektare. Pemberian suap itu dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu fase pertama untuk lahan seluas 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Suap yang mengalir kepada Bupati Neneng disalurkan melalui sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. Waktu pemberian suap, berdasar bukti temuan KPK, terjadi pada April, Mei, dan Juni 2018.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom