tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa Wakil Presiden Komisaris PT Gajah Tunggal Mulyati Gozali dalam penyidikan tindak pidana korupsi terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Selain Mulyati, KPK dijadwalkan memeriksa Team Leader Loan Work Out (LWO)-I Asset Management Credit (AMC) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) 2000-2002 Thomas Maria sebagai saksi juga untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK pada Selasa (13/6/2017) juga telah memeriksa Direktur Utama PT Datindo Entry Com Ester Agung Setiawati sebagai saksi.
Untuk Ester, dikatakan Febri, penyidik mendalami aset-aset diduga yang terkait dengan Sjamsul Nursalim, yaitu pada pencatatan saham di Badan Administrasi Efek Indonesia.
"Jadi penyidik sudah mulai masuk lebih jauh untuk menelusuri aset-aset yang diduga terkait dengan Sjamsul Nursalim yang salah satunya ada di Gajah Tunggal, kami melihat di aspek pencatatan saham di Badan Administrasi Efek Indonesia," ujar Febri, seperti diberitakan Antara.
Sebelumnya, KPK juga mendalami hubungan antara pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani alias Ayin dengan pemilik BDNI Sjamsul Nursalim.
Kasus BLBI ini kembali didalami oleh KPK dengan memeriksa sejumlah pejabat, salah satunya Rizal Ramli. Ia sempat membeberkan latar belakang kasus BLBI yang menyeret Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) sebagai tersangka.
Dalam keterangannya usai diperiksa pada awal Mei lalu sebagai saksi oleh KPK, Mantan Menkeu periode 2000-2001 ini menilai bahwa kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI itu tak lepas dari tekanan IMF kepada pemerintah Indonesia di tengah situasi krisis ekonomi.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) selaku Ketua BPPN sebagai tersangka. Ia diduga melakukan korupsi atas penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.
Atas penerbitan SKL itu kerugian negara sekurang-kurangnya mencapai Rp3,7 triliun.
Terhadap SAT disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri