tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Menteri Sosial Idrus Marham, Senin (21/5/2018). Idrus yang keluar sekitar pukul 18.00 WIB itu mengaku berinisiatif datang ke KPK. Ia mengatakan penyidik mengonfirmasi tentang kapasitas sebagai mantan Sekjen Partai Golkar.
"Hari ini saya sengaja datang sendiri ya meskipun belum ada panggilan, ya dalam rangka untuk memberikan konfirmasi dalam posisi saya sebagai sekjen dulu terkait dengan kasus Bakamla," kata Idrus usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Namun Idrus enggan menanggapi soal adanya aliran dana korupsi Bakamla kepada Partai Golkar. Pria kelahiran 1963 itu tidak mau menanggapi kabar rekannya Yorrys tentang penerimaan uang Rp1 miliar. Ia mengaku hanya membenarkan sejumlah materi penyidik tanpa menjelaskan secara detilnya.
"Saya sudah katakan kan saya sudah bilang tadi substansinya di sana saya sudah jelaskan semua yah," kata Idrus.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan pemeriksaan Idrus merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan sebelumnya. Febri merupakan penjadwalan ulang dari rencana pemeriksaan sebelumnya di 14 Mei 2018 lalu dalam kasus Bakamla.
"KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka FA untuk mengklarifikasi informasi aliran dana terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 untuk Bakamla RI," kata Febri dalam keterangan tertulis, Senin.
KPK menetapkan Anggota DPR Fayakhun Andriadi sebagai tersangka suap korupsi Bakamla beberapa waktu yang lalu. Fayakhun diduga menerima hadiah atau janji berupa uang setelah memuluskan anggaran proyek Bakamla.
Dia mendapatkan imbalan 1 persen dari proyek senilai Rp1,2 triliun atau sebesar Rp12 miliar. Fayakhun juga diduga menerima dana suap sebesar 300 ribu dolar AS. Uang tersebut diduga diterima Fayakhun dari proyek pengadaan di Bakamla.
KPK resmi menahan Fayakhun pada 28 Maret 2018. Politikus Golkar itu ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.
Atas perbuatannya tersebut, ia disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora