tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua hakim Mahkamah Konstitusi sebagai saksi kasus dugaan suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kedua hakim Mahkamah Konstitusi tersebut adalah Anwar Usman dan Wahiduddin Adams sebagai saksi dalam penyelidikan perkara suap itu guna mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.
"Ada beberapa saksi termasuk hakim MK yang kami agendakan diperiksa hari ini. Ada dua orang hakim konstitusi saksi untuk Patrialis Akbar. Kemarin juga kita panggil dua orang hakim konstitusi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa, (14/2/2017) seperti dilansir dari Antara.
"Dalam hal ini diduga terkait uji materi di MK. Putusan tersebut kan dihasilkan sembilan orang hakim. Kami perlu tahu proses pembahasannya seperti apa," imbuh Febri.
KPK menetapkan Patrialis ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu karena diduga menerima hadiah uang 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.
Pemberian hadiah itu dimaksudkan agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sebelumnya, Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi mengajukan permohonan uji materi itu karena merasa dirugikan akibat pemberlakuan basis zona di Indonesia, yang membuat impor daging segar lebih bebas sehingga bisa mendesak usaha peternakan sapi lokal.
Patrialis dan orang kepercayaannya Kamaludin dijerat menggunakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana diubah Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara tersangka pemberi suap Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang dijerat dengan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh