Menuju konten utama

KPK Pastikan Bisa Jual Aset Milik PT DGI

KPK dapat menjual korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi dan menjadi tersangka apabila perusahaan itu terbukti merugikan negara.

KPK Pastikan Bisa Jual Aset Milik PT DGI
Terdakwa yang merupakan mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI) Tbk Dudung Purwadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/8). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjual aset milik PT Duta Graha Indah (PT DGI). Namun, mereka dapat menjual korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi dan menjadi tersangka apabila perusahaan itu terbukti merugikan negara dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Terhadap perusahaan-perusahaan tersangka korupsi, aset-asetnya bisa kami lakukan sita untuk pembayaran uang pengganti yang diduga diterima korporasi," kata Jaksa KPK Irene Putri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Irene menambahkan, KPK tidak hanya menjual aset, tetapi juga mencabut izin usaha. Mereka bisa melakukan selama keputusan hakim sudah inkracht. Jaksa KPK harus bisa meyakinkan kepada hakim bahwa aset tersebut layak dirampas untuk negara dan dijual lantaran mendapat aliran dana korupsi.

Irene menegaskan, ujarannya bukanlah hal yang mengada-ada. KPK pernah menyita suatu perusahaan yang terbukti lakukan korupsi, kemudian dilelang. Saat itu, kata Irene, perusahaan yang dilelang pihaknya berhasil terjual seharga Rp46 miliar.

"KPK bisa sita perusahaan. Kami bahkan sita pabriknya. Sudah dilelang dan laku Rp46 miliar di daerah Riau. Izin usahanya juga bisa dicabut," kata Jaksa Irene.

Saat ini, KPK masih melakukan pendalaman materi lebih lanjut. Irene mengatakan, KPK masih melakukan pelacakan aset PT DGI di dalam maupun luar negeri. Namun, ia tidak bisa merinci hasil tersebut karena masih proses penyidikan.

"Pelacakan aset itu biasanya kita lakukan berkaitan dengan tersangkanya siapa kemudian dilakukan pelacakan aset terhadap ini, termasuk juga misalnya nilai kerugian negara berapa. Maka itu akan dilakukan pelacakan terhadap ini kemudian akan ada di mana," kata Irene.

Sebelumnya, KPK menetapkan PT DGI sebagai tersangka dalam kasus proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata RS Universitas Udayana sejak 5 Juli 2017. PT DGI diduga negara dirugikan sampai Rp25 miliar dari total proyek Rp138 miliar.

Pada Maret 2017, KPK menahan Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi, yang dijerat perkara korupsi pengadaan alat kesehatan RS Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana.

Selain proyek pembangunan RS pendidikan Udayana, PT DGI juga pernah mendapat proyek pembangunan Gedung di Universitas Mataram dan Universitas Jambi.

Kemudian pembangunan Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya tahap 3, RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.

PT DGI juga pernah mengerjakan proyek Wisma Atlet dan pembangunan Gedung Serba Guna Palembang, Pemprov Sumatera Selatan tahun 2011. Dari proyek tersebut PT DGI mendapat fee sampai Rp 49 miliar, sebagaimana terkuak dalam persidangan terdakwa mantan Bos PT DGI, Dudung Purwadi dan M Nazaruddin.

Banyaknya proyek yang melibatkan PT DGI terjadi karena perusahaan tersebut dekat dengan Permai Group, perusahaan milik M. Nazaruddin, mantan Bendahara Partai Demokrat yang berkuasa kala itu.

Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, pasal yang disangkakan terhadap PT DGI saat ini tidaklah menutup kemungkinan untuk menjeratnya dalam kaitan proyek lainnya. PT DGI selaku perusahaan saat ini dijerat KPK dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

"Intinya pasal yang disangkakan KPK, memungkinkan untuk menelusuri proyek yang lainnya. Kan penerapan pidana korporasi ini bertujuan memaksimalkan asset recovery dari sebuah tindak pidana korupsi," kata Febri.‎

Baca juga artikel terkait LELANG KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari