tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyebut, pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian ( WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pemerintah daerah atau kementerian dan lembaga tak menjamin ketiadaan korupsi.
Menurut Laode, jaminan nihilnya korupsi tak muncul sebab opini BPK hanya diberikan berdasarkan audit berbasis sampel. Karena itu, menurut dia, ada kemungkinan perilaku korupsi pejabat lolos dari pantauan BPK saat audit.
"[Opini] WTP itu tidak serta merta bebas dari korupsi. Jadi mungkin saja itu [korupsi] lolos dari BPK saat audit," kata Laode di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Salah satu contoh penangkapan pejabat yang memimpin pemda peraih predikat WTP karena dugaan korupsi dilakukan KPK terhadap Bupati Purbalingga Tasdi.
Politikus PDIP itu ditangkap bersama Hadi Iswanto alias HIS selaku Kabag ULP Pemkab Purbalingga, Hamdani Kosen alias HK, Librata Nababan alias LN, Ardirawinata Nababan alias AN. Tiga nama terakhir merupakan pihak swasta.
Tasdi diduga menerima fee Rp100 juta dari pemenang proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018. Proyek itu menelan anggaran Rp22 miliar. Suap itu diduga merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek atau sebesar Rp500 juta.
Proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center merupakan proyek multi years yang dikerjakan selama tiga tahun dari 2017-2019 senilai total Rp77 miliar. Sumber anggarannya terdiri atas Tahun Anggaran 2017 senilai sekitar Rp12 miliar, Tahun Anggaran 2018 senilai sekitar Rp22 miliar, dan Tahun Anggaran 2019 senilai sekitar Rp43 miliar.
Menurut Laode, audit BPK selama ini sulit mendeteksi indikasi praktik suap kepada pejabat pemda yang terkait dengan pengerjaan proyek pemerintah.
"Jadi WTP pun masih kemungkinan [korupsi terjadi]. Apalagi kalau ini [kasus purbalingga] kan mereka terima suap, biasanya enggak bisa dideteksi oleh audit [BPK]," ujar Laode.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom