tirto.id - Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Patrialis Akbar beserta sejumlah orang lainnya kemarin terkait kasus dugaan suap dalam pengesahan judicial review Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan diklaim memakan waktu hampir 12 jam.
Rangkaian pengejaran Patrialis dimulai sejak pukul 10.00 WIB pagi sampai 20.30 WIB malam pada Rabu (25/01/2017). Ada tiga lokasi pengamanan yang dilakukan. Antara lain di lapangan Golf Rawangun di mana Kamaludin yang pertama ditangkap. Tim KPK kemudian menjemput Basuki di kantornya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada pukul 14.00 WIB. Sementara Patrialis Akbar dijemput oleh KPK di Grand Indonesia bersama dengan teman wanitanya sekitar pukul 20.30 WIB.
"Ada 11 orang diamankan dalam kegiatan operasi tangkap tersebut pada hari Rabu 25 januari 2017. Antara lain Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Basuki Hariman selaku pengusaha penyuap, sekretaris pribadi Basuki Ng Fenny dan Kamaludin sebagai penghubung Basuki dengan Patrialis," terang Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Kamis, (26/01/2017) malam.
Tujuh orang lainnya yang ikut diciduk dalam OTT itu merupakan anak buah Basuki di 20 perusahaan yang konon bergerak di bidang penyediaan daging segar dan olahan. Mereka masih berada dalam status sebagai saksi.
Berdasarkan keterangan KPK, Patrialis berhasil mengeruk $20 ribu dari upeti pengajuan pengamanan regulasi pada pertemuan pertamanya dengan pihak penyuap. Upeti ini akan diberikan lagi jika amar putusan tersebut dikabulkan dengan nilai komitmen fee menyentuh angka SGD 200 ribu.
"Setelah pembicaraan, PAK menyanggupi akan membantu agar permohonan uji materiil tersebut dengan nomor 129/PUU/12 tahun 2015 dimaksud dapat dikabulkan oleh MK," tutur Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief.
Laode pun menyebut pada OTT ini tim KPK telah mengamankan tiga barang bukti berupa dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, serta draft putusan perkara nomor 129.
Atas peristiwa tersebut Patrialis Akbar dan Kamaludin sebagai penerima disangka kan melanggar pasal 12 huruf c atau pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-undang nomor 20 2001 jucnto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara BHR dan NJF diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-undang nomor 31 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara