Menuju konten utama

KPK Eksekusi Dua Aset Milik Nazaruddin

KPK menyita dua aset milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Aset tersebut berupa gedung ruko serta tanah dan bangunan di Jakarta Selatan.

KPK Eksekusi Dua Aset Milik Nazaruddin
Terpidana korupsi yang juga mantan Anggota DPR M Nazaruddin memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (27/9). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Dua aset milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hari ini.

"Benar jaksa eksekutor KPK mengeksekusi aset Nazaruddin hari ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, kepada Antara di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Adapun aset Nazaruddin yang disita KPK antara lain Ruko Wijaya Graha yang berada di samping Polres Jakarta Selatan serta tanah dan bangunan di Warung Buncit Nomor 21 dan Nomor 26 RT 06/03, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Sebagaimana diketahui, Nazaruddin sebelumnya telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Vonis tersebut berdasarkan tiga pasal berlapis yaitu pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP; pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP; dan pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e UU No 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan pertama, Nazaruddin dinilai terbukti menerima hadiah berupa 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) dan Rp17,250 miliar dari PT Nindya Karya, demikian menurut laporan Antara.

Sementara itu, pada dakwaan kedua, Nazaruddin dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang hingga mencapai Rp627,86 miliar selama periode 2010-2014.

Dalam kurun waktu Oktober 2010-April 2011, menurut jaksa, Nazaruddin mendapatkan sejumlah uang dari pihak-pihak lainnya yang merupakan bayaran karena telah mengupayakan proyek-proyek pemerintah tahun 2010.

Jaksa menyebutkan, Nazaruddin antara lain mendapat 19 lembar cek dari PT DGI senilai total Rp23,119 miliar; dari PT Nindya Karya Rp17,250 miliar; dan PT DKI terkait pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang berupa lima lembar cek senilai Rp4,575 miliar.

“Nazaruddin juga menerima Rp13,250 miliar dari PT Waskita Karya; Rp3,762 miliar dari PT Adhi Karya; Rp33,158 miliar dari Odie dan kawan-kawan; dari Alwin Rp14,148 miliar dan dari PT Pandu Persada Konsultan Rp1,7 miliar,” lanjut jaksa.

Pada dakwaan ketiga, Nazaruddin dinilai melakukan pencucian uang hingga mencapai Rp283,599 miliar selama periode 2009-2010 dengan cara menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dengan saldo akhir seluruhnya Rp50,205 miliar; dibayarkan atau dibelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan seluruhnya Rp33,194 miliar; dan tanah berikut bangunan yang dititipkan dengan cara seolah-olah dijual (dialihkan kepemilikannya) senilai Rp200,265 miliar.

Nazaruddin saat ini juga sedang menjalani vonis hukuman tujuh tahun penjara dalam perkara suap terkait pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI

Baca juga artikel terkait TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari