tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara atas dugaan sindikat jual beli ijazah bodong di sejumlah perguruan tinggi. KPK menganggap praktik kotor tersebut adalah contoh nyata rusaknya dunia pendidikan di Indonesia.
"Kejadian di STIE ISM ini adalah contoh nyata perusakan pendidikan Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kepada Tirto, Rabu (28/11/2018).
Sebelumnya, Tirto merilis laporan mendalam soal sindikat jual-beli ijazah bodong di sejumlah perguruan tinggi, antara lain STIE ISM, STMIK Triguna Utama dan STKIP Sera. Bahkan staf khusus staf khusus Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Abdul Wahid Maktub disebut-sebut terlibat dalam praktik kotor ini.
Laode pun menduga pejabat Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan Kemenristek Dikti mengetahui perihal masalah ini. Untuk itu, KPK akan turun tangan untuk mengecek apakah memang ada pejabat lain yang terlibat.
"Karena susah dibayangkan proses jual beli ijazah ini tidak diketahui para pejabat di Kopertis dan Kemendikti," ujar Laode.
Dari penulusuran Tirto, ditemukan dua kampus bermasalah yang masih beroperasi hingga sekarang. Dua kampus itu adalah STIE ISM dan STMIK Triguna Utama. Kedua kampus itu dimiliki oleh Mardiyana dan istrinya, Koes Indrati Prasetyorini. Suami-istri ini pemain lama dalam jaringan mendirikan kampus-kampus fiktif dan menerbitkan ijazah bodong sejak 2000 yang kasusnya pernah mencuat pada 2015.
Namun, setelah dibekukan pada 2015, STIE ISM dan STMIK Triguna Utama kembali beroperasi seperti sedia kala. Kampus-kampus swasta yang bermasalah ini tetap merekrut mahasiswa.
STIE ISM bahkan kini pindah gedung baru di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Gedung ini akan jadi kampus utama untuk kegiatan kuliah STMIK Triguna Utama (Depok) dan STKIP Sera (Tangerang), di bawah rencana penggabungan menjadi Universitas Pelita Bangsa.
Kembali aktifnya tiga kampus swasta milik Mardiyana itu tidak lepas dari kongkalikong beberapa orang di Kementerian.
Pengaktifan STKIP Sera misalnya. Uman Suherman, Ketua Kopertis IV, menyurati Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Totok Prasetyo agar kampus itu mendapat kode perguruan tinggi pada 6 April 2017.
Meski surat itu ditujukan kepada Totok, tapi Abdul Wahid Maktub, staf khusus Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir, memberikan memo dengan tulisan tangan di surat tersebut: “Yth Dir. Pembinaan, tolong dibantu.”
Selain menambahkan memo, Maktub menempelkan kartu namanya pada surat itu.
Hasilnya pada 2017, STKIP Sera kembali aktif dan sudah menerima mahasiswa. Pada laman data pendidikan tinggi, STKIP Sera tercatat memiliki 230 mahasiswa dan mengklaim punya 17 dosen tetap.
Soal kembali aktifnya tiga kampus ini, Totok Prasetyo mengatakan pembinaan sudah dilakukan tapi masih terus ada perbaikan. Sampai 13 November 2018, kampus masih memiliki masalah yang belum diselesaikan.
“Soal ijazah yang diterbitkan itu, kami minta dicabut, itu salah satu yang perlu diperbaiki,” kata Totok.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri