tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berencana menetapkan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK perlu melihat perkembangan penanganan perkara sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka TPPU.
"Jadi kita lihat saja nanti ada perkembangannya. Nanti kalau saya bilang ada perkembangan TPPU pasti kita akan update," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Laode memahami sejumlah fakta sidang yang menyatakan Setya Novanto sebagai beneficial owner atau pemilik manfaat dari PT Murakabi Sejahtera, salah satu peserta lelang e-KTP. Posisi ini diduga bisa mendekatkan Novanto dengan pasal pencucian uang.
Diketahui, mayoritas saham PT Murakabi Sejahtera merupakan milik PT Mondialindo. Salah satu pemilik saham Mondialindo adalah Reza Herwindo, anak Novanto. Sementara itu, sebagian saham Murakabi juga dimiliki oleh istri Novanto, Deisti Astriani Tagor.
Laode menyadari peraturan beneficial owner bisa mempermudah penanganan perkara pencucian uang.
Aturan mengenai beneficial of ownership sudah diterbitkan melalui Perpres nomor 13 tahun 2018 yang mengatur tentang prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme.
Namun, ia enggan mengomentari ada pencucian uang yang dilakukan Novanto lewat perusahaan Murakabi."Saya tidak mau berandai-andai, tapi kalau seandainya itu sebagai beneficial owner ya itu bisa kita buktikan," tegas Laode.
Dalam persidangan Setya Novanto, Senin (12/3/2018), mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menduga terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto melakukan tindak pidana pencucian uang.
Ia mengacu kepada proses penyerahan uang yang dilakukan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo kepada Novanto. Yunus melihat ada upaya menyembunyikan asal usul transaksi atau layering.
Kemudian, transaksi yang dilakukan berhubungan dengan negara Mauritius. Padahal, negara Mauritius merupakan negara berisiko tinggi dalam pencucian uang.
Keterlibatan money changer juga menjadi indikasi kuat untuk menghapus jejak transaksi. Yunus pun menambahkan, transaksi yang dilakukan untuk pemberian kepada Novanto diindikasikan berupaya menghapus transaksi antara penerima dan pengirim serta berusaha menghindari pelaporan keuangan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto