tirto.id -
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan 1001 OTT yang ditetapkan KPK di awal tahun merupakan hasil dari aduan masyarakat, bukan direncanakan.
"Kami sebetulnya tidak mau melakukan itu. OTT itu bukan prestasi, tapi tragedi," kata Alexander di saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPK di DPR, Selasa (26/9/2017).
Dirinya pun menolak bahwa setiap target OTT ditangkap tidak dalam keadaan sedang melakukan kejahatan. Melainkan, menurutnya, OTT itu membuktikan adanya suap.
"Pada saat OTT kami sebetulnya sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan berbarengan surat penyadapan. Surat penyadapan dimaksudkan untuk mengetahui awal terjadinya korupsi," tutur Alexander.
Menurutnya, melalui penyadapan itulah telah diketahui ada niat jahat awal dari pelaku. Sehingga, ketika ditangkap barang bukti menjelaskan hal itu.
"Setiap kami OTT itu pasti ada bukti uangnya. Baru kami dalami itu uang dari siapa," kata Alexander.
Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan dalam penyelidikan terdapat dua model, yakni terbuka dan tertutup. Sedangkan, OTT yang diawali penyadapan masuk ke dalam model tertutup.
"Kalau sudah lengkap tidak OTT, tapi penyelidikan terbuka. Tapi kalau yang diterima itu suap yang paling tepat itu tertutup. Setelah dilakukan survei dan observasi tidak cukup maka dibutuhkan komunikasi langsung. Kami berlima mengeluarkan surat penyadapan," kata Basaria di DPR, Selasa (26/9/2017).
Namun, menurut Basaria, bukan berarti penyadapan tanpa pengawasan. Ia menjelaskan bahwa setiap anggota KPK yang melakukan penyadapan mendapat pengawasan dan harus siap dikoreksi dan ditarik bila melanggar mekanisme yang ada.
"Tidak ada dari kami menargetkan orang tertentu atau partai tertentu. Pengalaman KPK itu hampir semuanya temuan kasus dari Dumas. Ada memang sekali dua dari media. Seringkali KPK untung. Pelapor itu sudah lengkap berkasnya," kata Basaria.
Perlu diketahui, pernyataan mengenai 1001 OTT KPK bagian dari proyek anggaran dilontarkan oleh anggota Komisi III F-Golkar Azis Syamsudin. "Itu apakah untuk mendapat anggaran Rp35 miliar satu tahun?", kata Azis.
Sedangkan, mengenai tidak ditangkapnya tersangka dalam posisi melakukan kejahatan disampaikan oleh Anggota Komisi III F-PDIP Henri Yosodiningrat.
"OTT kan esensinya suap? Berarti beda dengan substansi hukum di KUHAP? Apakah setiap tersangka yang tertangkap saat OTT bisa selalu dikatakan melakukan tindak pidana? Berarti mereka tidak selalu bisa masuk tindak pidana?," kata Henri di DPR, kemarin.
Terkait pertanyaan-pertanyaan lainnya telah disepakati akan dijawab oleh KPK secara tertulis. Sementara, rapat terbuka ditutup pada pukul 22.15 dan dilanjutkan rapat tertutup selama 15 menit untuk membahas kasus.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri