Menuju konten utama

KPAI: Perlu Ada Sekolah Darurat di Wilayah Bencana

Menurut Retno, sekolah darurat diperlukan agar anak korban bencana alam tetap bisa mendapatkan hak belajarnya.

KPAI: Perlu Ada Sekolah Darurat di Wilayah Bencana
Sejumlah siswa berjalan meninggalkan tenda usai kegiatan belajar di sekolah darurat SD Inpres Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (22/10/2018). ANTARA FOTO/Basri Marzuki

tirto.id - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti, mengusulkan perlu adanya kurikulum sekolah darurat untuk menyikapi tingginya intensitas bencana alam di Indonesia.

Menurut Retno, berbagai bencana alam yang terjadi di Indonesia termasuk tsunami Selat Sunda Sabtu lalu, seharusnya bisa menjadi acuan untuk merumuskan kurikulum sekolah darurat.

Namun begitu, Retno mengimbau agar kurikulum sekolah darurat tidak disamakan dengan sekolah reguler.

"Sangat tidak adil jika sekolah darurat harus menerapkan kurikulum nasional yang saat ini berlaku. Sementara sarana prasarana minim, kondisi pendidik dan psikologis anak belum stabil serta rendahnya kenyamanan proses pembelajaran," jelasnya.

Saat ini sekolah darurat diperlukan agar anak korban bencana alam tetap bisa mendapatkan hak belajarnya, sembari menunggu adanya rekontruksi sekolah terdampak bencana yang membutuhkan waktu tidak sebentar.

"Mengingat keterbatasan ruang yang harus digunakan bergantian dengan siswa kelas lainnya. Dan perbaikan anggarannya baru ada 2019," ujar Retno pada Kamis (27/12/2018).

Retno menambahkan, keberadaan Sekolah Darurat dirasakan perlu dan mendesak terutama pada lokasi terdampak bencana, mengingat pada Maret 2019 nanti para murid akan segera menghadapi ujian nasional.

Retno juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya akan terus mengupayakan untuk dapat melakukan pertemuan dengan Kemendikbud guna membahas kurikulum sekolah darurat.

"Perlu ketemu Kemendikbud. Upaya ini ingin kami lakukan tapi tertunda terus karena banyak bencana," pungkasnya.

Sementara itu, berdasarkan pantauan KPAI di Palu pada November 2018 kemarin, didapati hanya sekolah di bawah Kemendikbud yang dapat bantuan tenda darurat dari UNICEF. Sedangkan sekolah di bawah Kemenag tidak mendapatkannya, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakmerataan pendirian tenda sekolah darurat.

"UNICEF argumentasinya MoU dengan Kemendikbud. Cara pandang ini masih dikotomis. Kemudian siapa yang koordinasi nanti. Padahal amanat undang-undang cuma 1 leading di sektor pendidikan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari