Menuju konten utama

KPAI Minta Bocah Penghina Jokowi Diproses dengan UU Peradilan Anak

KPAI menilai anak seusia itu sering melakukan perbuatan tanpa mempertimbangkan dampaknya.

KPAI Minta Bocah Penghina Jokowi Diproses dengan UU Peradilan Anak
Ilustrasi. Konferensi Pers Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong agar pemerintah membuat sistem pendidikan keluarga yang bebas dari paham radikalisme, di Kantor KPAI Menteng Jakarta Pusat Selasa(15/5/2018). tirto.id/Naufal Mamduh

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Polda Metro Jaya untuk memproses anak yang menghina Presiden Joko Widodo dengan UU Sistem Peradilan Anak UU RI Nomor 11 tahun 2012.

Menurut Ketua KPAI, Susanto, latar belakang si anak melakukan hal tersebut menjadi penting untuk dipahami. Apakah anak itu memiliki motif tertentu sehingga ucapan yang tidak pantas tersebut dilontarkan.

"Kita menyadari bahwa pada usia seperti itu anak sangat mudah dipengaruhi oleh teman-temannya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagai bentuk 'pengakuan atau ingin diakui' oleh peer group mereka," kata Susanto dalam keterngan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (25/5/2018).

Risiko atau dampak atas perbuatan tersebut sering tidak diperhitungkan karena dorongan emosional lebih dominan dibanding dengan kemampuan logis dalam merespons atau menyikapi stimulus yang mereka terima dari teman sebaya.

Selain itu, menurut Susanto, polisi harus mengedepankan aspek juvenille delinquency (kenakalan remaja) yang kemudian memposisikan anak harus berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku.

"Maka semua anak yang berhadapan dengan hukum harus dilandasi dengan aturan hukum yang berlaku terhadap anak yang diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UURI Nomor 11 tahun 2012," ujarnya.

Dalam UU SPPA yang memiliki ruh restorative justice, kasus pidana yang melibatkan anak memiliki kekhususan penanganan melalui diversi. Diversi hanya diberlakukan pada kasus yang memiliki ancaman di bawah 7 (tahun), dan kriteria tertentu lainnya yang layak untuk dilakukan diversi.

Oleh karena itu, KPAI mendorong agar kasus ini diselesaikan melalui jalur diversi dengan menitikberatkan pada upaya keluarga untuk melakukan pembinaan terhadap anak untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Sebab, menurut KPAI, walau tujuannya hanya sebagai candaan, anak harus meminta maaf sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatannya.

"Hal ini juga dilakukan pembinaan yang sama untuk teman-teman anak yang ikut terlibat dalam situasi tersebut," tandas Susanto

KPAI berharap agar berbagai pihak, baik masyarakat maupun polisi bisa memilah dalam melihat dan merespons kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku yang memiliki aturan dan penanganan yang berbeda dari orang dewasa.

Remaja berinisial RJT alias S ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya karena mengancam akan membunuh Presiden Joko Widodo. RJT ditetapkan sebagai tersangka, setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya selama 1x24 jam.

S menyatakan ancaman pembunuhan dan tantangan untuk menangkap dirinya sejak tiga bulan yang lalu. Saat itu, ia tengah direkam oleh rekannya dan sedang melakukan permainan adu keberanian.

Aksi S terekam dan tersebar melalui media sosial. Kala itu S mengatakan akan menembak Jokowi sambil menenteng foto wajah Kepala Negara. “Gue tembak orang ini. Gue pasung. Ini kacung gue. Gue lepasin kepalanya,” katanya dalam video tersebut.

Akun Instagram S juga masih bisa diakses setelah video tersebut beredar, tapi pada Kamis (24/5/2018), akun tersebut sudah dihapus.

Baca juga artikel terkait PENGHINAAN PRESIDEN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra