tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan 24 kasus di sektor pendidikan dengan korban dan pelaku anak pada bulan Januari sampai dengan 13 Februari 2019.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti memaparkan mayoritas dari 24 kasus itu terkait dengan kekerasan dengan korban atau pelaku anak. Tercatat jumlahnya sebanyak 17 kasus yang terkait kekerasan.
"Semua itu bersumber dari divisi pengaduan, baik pengaduan langsung maupun online. Dan kasus yang disampaikan melalui media sosial KPAI serta pemberitaan media massa khusus kasus terkait bidang pendidikan," kata Retno di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).
Adapun kasus-kasus tersebut terbagi dalam dua kategori yakni anak sebagai korban dan anak sebagai pelaku. Untuk anak sebagai korban, Retno mencatat kasus didominasi perundungan.
Rinciannya: 3 kasus kekerasan fisik, 8 kekerasan psikis, 3 kekerasan seksual, 1 tawuran pelajar, korban kebijakan 5 kasus, dan 1 kasus eksploitasi.
"[Contoh] Anak diminta memperbaiki atap sekolah, padahal itu bukan kewajibannya. Akibatnya anak mengalami kecelakaan, matanya kemasukan serpihan genteng tanah liat dan harus dirawat medis," ujarnya.
Sementara untuk kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku, KPAI menerima 3 laporan. Ketiganya terkait dengan kekerasan fisik di Gresik dan Takalar dan 1 kasus kenakalan siswa di Ngawi, Jawa Timur.
"Anak menjadi korban memang jauh lebih banyak daripada anak menjadi pelaku perundungan di satuan pendidikan," ujar dia.
Berkenaan dengan penemuan 24 kasus di awal 2019 itu, Retno mendorong pemerintah mempercepat implementasi Program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang saat ini masih sedikit dari yang seharusnya.
"KPAI mendorong Kemendikbud dan Kemenag memperkuat segala daya upaya dalam percepatan terwujudnya SRA di seluruh Indonesia. Saat ini jumlahnya masih sekitar 11 ribu dari 400 ribu sekolah dan madrasah yang ada," kata Retno.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom