tirto.id - Lembaga-lembaga di Korea Selatan pada Selasa (12/6/2019) mengatakan mereka tak bisa mengonfirmasi laporan Wall Street Journal (WSJ) yang menyebut saudara tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Jong-nam sebagai informan CIA.
WSJ juga menyebut, Kim Jong-nam telah melakukan perjalanan ke Malaysia untuk bertemu agen CIA, sebelum akhirnya tewas karena racun saraf VX di Bandara Kuala Lumpur yang dioles oleh dua perempuan, satu asal Indonesia Siti Aisyah dan Doan Thi Huong asal Vietnam.
Setelah kematian Kim Jong-nam, Badan Intelijen Korea Selatan mengatakan Korea Utara sudah bertahun-tahun berupaya membunuh Kim Jong-nam. Pada, 2012 Jong-nam pernah mengirim surat untuk Jong-un yang berisi permohonan untuk membiarkan ia dan keluarganya tetap hidup.
Sangat sulit bagi pemerintah Korea Selatan dan media luar untuk mengakses bahkan memverifikasi informasi mengenai anggota keluarga penguasa Korea Utara karena Pyongyang memiliki sistem keamanan dan blokade informasi yang ketat pada warganya.
Media juga memiliki sejarah kesalahan terhadap sumber atau informan yang mengaku akan mengungkapkan informasi rahasia tentang Korea Utara yang kemudian diketahui terbukti salah atau tidak lengkap.
Jong-nam menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar negeri setelah tidak disukai oleh keluarganya. Ia disebut terus menerus menyadari ia sedang diawasi Pyongyang. Jong-nam selalu khawatir ia akan dibunuh, demikian menurut pejabat Korsel, seperti diwartakan ABC.
Kim Jong-nam disebut sebagai informan bagi Badan Intelijen Pusat AS (Central CIA), menurut laporan Wall Strett Journal (WSJ) yang dikutip The Guardian. WSJ mewawancarai "orang yang tahu tentang masalah ini". Namun banyak detail hubungan CIA dan Jong-nam yang masih belum jelas.
Menurut sumber WSJ itu, Jong-nam melakukan perjalanan ke Malaysia pada Februari 2017 untuk bertemu dengan rekan CIA-nya, meskipun itu mungkin bukan satu-satunya tujuan perjalanannya.
Surat kabar itu mengatakan Jong-nam, yang pernah dianggap sebagai pengganti ayahnya, Kim Jong-il, sebagai pemimpin tetapi tidak disukai, mungkin tidak dapat menjelaskan banyak tentang politik rezim internal.
"Beberapa mantan pejabat AS mengatakan, saudara tiri [Jong-nam] yang telah tinggal di luar Korea Utara selama bertahun-tahun dan tidak memiliki basis kekuatan di Pyongyang, tidak mungkin dapat memberikan rincian tentang pekerjaan rahasia di negara itu," tulis WSJ, seperti dikutip The Guardian.
Klaim WSJ tidak dapat dikonfirmasi secara langsung, tetapi Anna Fifield, kepala biro Washington Post di Beijing mengatakan dalam bukunya berjudul The Great Successor soal kemungkinan Jong-nam merupakan informan CIA.
"Kim Jong-nam menjadi informan bagi CIA... Saudara laki-lakinya menganggap berbicara dengan mata-mata AS sebagai tindakan berbahaya. Akan tetapi Kim Jong-nam memberikan informasi kepada mereka, biasanya bertemu dengan rekannya di Singapura atau Malaysia,” tulis Fifield.
Dalam buku itu dijelaskan, terdapat rekaman CCTV yang menunjukkan Jong-nam berada dalam lift hotel serta detail-detail hubungan Jong-nam dengan seorang pria berwajah Asia yang diduga sebagai agen CIA.
Ransel yang dibawa Kim Jong-un juga berisi uang 120 ribu dolar AS, yang diduga untuk membayar kegiatan yang berhubungan dengan intelijen, penghasilan dari bisnis kasinonya.
Menurut AS dan Korea Selatan, pemerintah Korea Utara bertanggung jawab atas kematian Kim Jong-nam, akibat kritik yang diutarakan Jong-nam terhadap peraturan dinasti keluarga. Pyongyang membantah tuduhan itu.
Sementara itu, CIA menolak untuk berkomentar terhadap klaim yang ditulis Wall Street Journal.
Editor: Maya Saputri