tirto.id - Dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) belakangan mengajukan gugatan ke MK. Gugatan ini berisi uji materi UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang pemberlakuan aturan menyalakan lampu utama pada siang hari. Kedua mahasiswa tersebut menilai pemberlakuan aturan ini tidak adil.
Sebelumnya, Eliadi Hulu dan Ruben Saputra ditilang polisi saat melintasi Jalan DI Pandjaitan pada 8 Juli 2019 lalu. Saat itu, awak Ditlantas Polres Jakarta Timur melakukan tindakan langsung (tilang) kepada mereka karena tidak menyalakan daytime running light (DRL) atau lampu utama di siang hari.
Mereka membandingkan kasus ini dengan yang dialami oleh Presiden Joko Widodo. Pada November 2018, Presiden Jokowi tidak menyalakan DRL sepeda motornya saat melintas di kawasan Pasar Anyar, Tangerang. Pihak kepolisian Tangerang kala itu tidak melakukan tilang pada Presiden Joko Widodo.
Kejadian ini kemudian memunculkan polemik di masyarakat tentang kebijakan DRL. Menyalakan lampu motor pada malam hari cukup masuk akal. Sebab, pengendara akan kesulitan melihat pengendara lain karena gelapnya malam. Namun, apa gunanya menyalakan lampu motor pada siang hari?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Kementerian Perhubungan membagikan respons melalui akun twitternya. Pada postingan tertanggal 22 Desember 2019, akun Twitter Kemenhub, @kemenhub151 menulis:
#KawulaModa sudah liburan atau masih kerja Senin ini? Bagi yang masih berkerja, tetap semangat ya.
— Kemenhub RI (@kemenhub151) December 23, 2019
Kali ini #MinHub mau ingatkan lagi, khusus untuk sepeda motor, menyalakan lampu utama tak hanya saat malam hari, tapi juga wajib menyalakannya pada siang hari. Mengapa? pic.twitter.com/7Z5gJLcoHN
Dalam postingan tersebut, kemenhub turut menyertakan infografis mengenai kewajiban menyalakan lampu utama pada siang hari.
"Menyalakan lampu utama di siang hari atau daytime running light (DRL) bisa mengurangi potensi kecelakaan. Hasil survei mengungkap, adanya sumber cahaya dari arah berlawanan, maka pupil mata akan tertarik (mengikuti atau tertuju ke arah cahaya). Efeknya, pengendara lebih peduli dan perhatian."
Sejarah mencatat, penggunaan DRL bermula pada tahun 1961. Matthijs Koornstra, seorang peneliti dari Universiteit Leiden Belanda menyebut, DRL pertama kali populer bukan sebagai sarana meningkatkan visibilitas pengendara.
Koornstra dalam studinya The Safety Effects of Daytime Running Lights menyebut, pemberlakuan DRL merupakan kampanye untuk menaati peraturan Gubernur bagian Texas tentang keamanan berkendara.
Koornstra juga mengutip pernyataan dari para investigator kebijakan DRL di Eropa pada awal tahun 60-an, "tidak ada seorang pun yang yakin bahwa sebuah kendaraan atau bus kota tidak nampak di siang hari yang cerah."
Ia juga berpendapat bahwa komentar ini masih relevan dengan keadaan jalan raya dewasa ini.
Di Indonesia, aturan DRL telah diberlakukan sejak 1988. Giri Suseno Hadihardjono, Dirjen Perhubungan Darat kala itu menyatakan, berkendara pemberlakuan aturan tersebut berdasarkan pada prinsip to see and to be seen (untuk melihat dan dapat terlihat) dalam berlalu lintas.
"Menghidupkan lampu pada siang hari akan sangat membantu para pengendara melihat dari jauh kendaraan sepeda motor yang datang dari arah depan atau samping juga belakang melalui kaca spion,” kata Giri dalam memoarnya, Bermula dari Nol, Banda Aceh sampai Los Palos.
Pemerintah Indonesia mewajibkan sepeda motor untuk menyalakan lampu di siang hari. Kewajiban ini diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 107 menyebutkan bahwa setiap pengendara sepeda motor tidak hanya diwajibkan unutk menyalakan lampu utama di malam hari, namun juga di siang hari.
Sanksi telah menunggu pengendara sepeda motor yang tidak patuh, seperti tertera pada Pasal 293 ayat (2).
Pasal tersebut menyebutkan, pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama di siang hari diancam pidana kurungan penjara maksimal selama 15 hari atau denda sebesar Rp100.000.
Penulis: Adilan Bill Azmy
Editor: Yulaika Ramadhani