tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi sorotan setelah menggelontorkan Rp14 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk subsidi mudik gratis. Hal ini menjadi perbincangan warganet di media sosial yang mempertanyakan alokasi anggaran sebesar itu hanya untuk kegiatan mudik lebaran 2019.
Pemprov DKI Jakarta merespons berbagai pertanyaan publik itu dengan mengeluarkan rilis tertulis terkait penggunaan anggaran belasan miliar tersebut.
Plt Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Sigit Widjatmoko memaparkan anggaran sebesar itu digunakan untuk menyewa armada bus dan truk pengangkut sepeda motor.
Sigit memaparkan bus yang disewa untuk kegiatan mudik sebanyak 594 unit, dengan rincian 372 unit saat arus mudik dan 222 unit saat arus balik. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa 594 unit bus sebesar Rp11,4875 miliar, dengan rata-rata Rp19,3 juta per bus untuk kapasitas 54 orang.
"Sehingga, jumlah penghitungan anggaran sewa per bus bukan sebesar Rp29 juta seperti yang tersebar di media sosial, tetapi 358 ribu rupiah per orang," ujar Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Lalu jumlah truk pengangkut motor yang disewa sebanyak 62 truk, dengan rincian 36 truk saat arus mudik dan 26 truk arus balik. Selain itu, ada juga biaya untuk pengawasaan, pengelolaan dan pajak.
"Sehingga anggaran untuk sewa bus saja sebesar Rp11,4 miliar rupiah," kata Sigit.
Dinilai Salahi Prinsip Pengelolaan Anggaran
Namun demikian, Peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC) Ibeth Koesrini menilai alokasi sebesar Rp14 miliar dari APBD DKI Jakarta untuk mudik gratis menyalahi prinsip dalam pengelolaan anggaran.
Pertama, Ibeth mengatakan simpang siurnya informasi mengenai hal tersebut menunjukkan tidak adanya transparansi dalam perencanaan alokasi anggaran tersebut. Seteleh ramai diperbincangkan, Pemprov DKI baru memberikan klarifikasi.
"Mereka seharusnya transparan mulai dari aspek kegiatan perencanaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban itu harus terbuka. Jadi segmen pertama adalah rencana program ini tidak transparan," jelas Ibeth.
Selanjutnya, Ibeth menilai, pemberian subsidi untuk mudik gratis dari APBD tidak tepat. Ia mengatakan seharusnya pemerintah mencari alternatif lain seperti dari dana CSR.
"Banyak sekali sebenarnya perusahaan yang mendapatkan izin dari pemerintah DKI yang bisa diminta untuk membiayai ini," ujarnya.
Ibeth menyebut penggunaan anggaran tersebut sebagai pemborosan lantaran digunakan untuk kepentingan pribadi. Angka Rp14 miliar itu pun dihabiskan hanya dalam 2 minggu.
"Mudik kan urusan pribadi menurut saya dan sumber dananya tidak [perlu] diambil dari APBD gitu," ujar Ibeth.
"Belum ada informasi dari pemerintah juga, target penerimaaan bagaimana, setelah mengeluarkan 14 miliar, apakah ada penerimaan setelah itu, begitu?" tanya dia.
Ibeth pun mengkritik peran DPRD DKI yang sepatutnya mengawasi penggunaan anggaran oleh Pemprov DKI. Ia menilai program semacam ini seharusnya ditinjau ulang.
"Hal-hal seperti ini juga yang harus dikritisi oleh wakil rakyat," tegas Ibeth.
Dalih Anies dan DPRD DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan alasan diluncurkannya program mudik tersebut untuk mengapresiasi sejumlah warga dari luar Jakarta yang berkontribusi terhadap perekonomian di Ibu Kota.
"Kontribusi pada perekonomian Jakarta besar sekali. Jadi yang digunakan untuk membawa mereka pulang, kan, uang pajak mereka. Jadi bukan sesuatu yang satu arah, tapi dua arah," kata Anies saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Senin (10/6/2019).
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Suhaimi Abdullah juga tak melihat anggaran sebesar itu sebagai pemborosan. Suhaimi mengatakan DPRD DKI mengesahkan penggunaan APBD tersebut lantaran digunakan untuk kebaikan masyarakat.
"Kan itu masyarakat DKI yang asalnya dari Jateng, Jatim, kemudian dibantu oleh Pemda. Dalam prinsip saya, atau komisi B dalam APBD itu memberikan dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat," kata Suhaimi saat dihubungi pada Senin (10/6/2019).
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan