Menuju konten utama

Kontes Foto Air Asia: Tak Elegan karena Manfaatkan Emosi Publik

Pengamat bisnis dan pemasaran menilai apa yang dilakukan Air Asia tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan penumpang.

Kontes Foto Air Asia: Tak Elegan karena Manfaatkan Emosi Publik
Ilustrasi maskapai Air Asia. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - Maskapai Garuda Indonesia tampaknya tak bosan jadi sorotan publik. Bak artis yang tengah turun pamor, perusahaan penerbangan pelat merah itu kembali membuat sensasi. Setelah kontroversi ucapan "Terima Kasih, Pak Jokowi", publik sempat kembali merisak Garuda usai terbitnya larangan mengambil gambar dan video di dalam kabin pesawat, meski larangan itu kini sudah berubah menjadi imbauan.

Perisakan terhadap Garuda muncul dalam beragam bentuk. Mulai dari cemoohan hingga parodi berbentuk Surat Peringatan. Di Twitter, misalnya, admin aplikasi Grab Indonesia mengunggah sebuah "surat formal" berisi aturan soal Peraturan Mendokumentasikan Kegiatan di Grab. Di akhir surat, tertera tanda-tangan menyerupai sepeda motor dan sebuah keterangan yang mengisyaratkan postingan tersebut adalah dagelan: "Admin Twitter Grab yang Belum Naik Gaji".

Selain dagelan, ada juga yang memanfaatkan momentum ini sebagai peluang usaha. Ini seperti dilakukan maskapai Air Asia, saingan Garuda Indonesia untuk rute domestik dan Internasional.

Di lini masa akun Facebooknya, maskapai pesawat berbiaya murah (low cost carrier) itu tampil sebagai antitesa Garuda. Mereka tak melarang penumpangnya mengambil foto ataupun video di dalam kabin pesawat. Perusahaan milik Tony Fernandes itu bahkan menyiapkan hadiah menarik buat penumpang yang memenangi kontes foto pengalaman terbangnya bersama Air Asia.

Kontes itu diselenggarakan di Facebook dan Instagram Air Asia. "Jangan ragu untuk tunjukkan kebahagiaanmu saat terbang bersama #AirAsia. Karena kamu punya kesempatan untuk menangkan tiket GRATIS ke Lombok atau Labuan Bajo!" demikian keterangan yang tertulis akun Facebook Air Asia.

Kontes berlangsung mulai Rabu, 17 Juli 2019, hingga Senin, 22 Juli 2019 pukul 23.59 WIB. Dua orang yang dinyatakan sebagai pemenang pada 24 Juli 2019, diperbolehkan memilih hadiah tiket penerbangan Jakarta ke Lombok atau Bali ke Labuan Bajo.

CEO Air Asia Indonesia Dendy Kurniawan berkata mereka tak melarang penumpang mengambil gambar atau video dalam kabin. "Bebas, selama memang untuk sesuatu yang baik dan tidak mengganggu privasi awak kabin ataupun penumpang lain," kata Dendy kepada reporter Tirto, Kamis (18/7/2019).

Kurang Elegan

Emilia Bassar, pakar komunikasi marketing dan praktisi humas, menyebut apa yang dilakukan Air Asia sebenarnya biasa terjadi dalam strategi pemasaran bisnis. Cara serupa pernah muncul dalam iklan provider telepon seluler yang menonjolkan kekuatan jaringan milik mereka daripada kompetitornya.

Meski begitu, Emilia menilai cara Air Asia memanfaatkan kesalahan kompetitor untuk meraup ceruk bisnis jelas kurang etis. Ini lantaran aturan yang diberlakukan Garuda Indonesia masih dalam perdebatan dan akhirnya dicabut hari ini.

Namun, berbeda dengan iklan provider, Emil menilai bahwa cara yang dilakukan oleh Air Asia kurang elegan. Ini lantaran aturan terkait pengambilan gambar tersebut sudah berubah menjadi imbauan.

Ia pun menyarankan strategi marketing yang dilakukan lebih diarahkan untuk mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah yang positif. Dalam hal ini, Emilia mencontohkan iklan McDonald's dan KFC--dua waralaba makan cepat saji di Indonesia--yang mengampanyekan penghentian sedotan plastik.

"Itu, kan, membawa perubahan perilaku," kata Emilia kepada reporter Tirto.

Tak Ada Pengaruh

Pada sisi lain, Emil melihat cara yang dilakukan Air Asia juga tak banyak berpengaruh terhadap peningkatan penumpang. Sebab, dua maskapai tersebut punya segmen konsumen yang berbeda.

"Enggak apple to apple, sehingga kalau dari sisi komunikasi marketing enggak terlalu interseted full," imbuhnya.

Hal serupa juga disampaikan pengamat bisnis dan pemasaran, Yuswohady Siswo. Menurut dia efek dari blunder Garuda tak akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah penumpang. Sebab, selain tak bersaing secara langsung baik dari sisi rute maupun jumlah penerbangan, efek blunder Garuda hanya akan berlangsung selama beberapa hari.

Sejauh ini, Yuswohady tidak melihat penurunan kualitas dari sisi pelayanan oleh Garuda. "Ini, kan, dunia sosmed. Umurnya tiga hari-an saya kira," ungkapnya kepada Tirto, Kamis (18/7/2019).

Yuswohady juga mengkritik cara Air Asia yang bersaing dengan memanfaatkan emosi publik. Sebab cara paling elegan dalam persaingan bisnis, menurut dia, adalah dengan menonjolkan kualitas masing-masing, bukan dengan memanfaatkan rasa "kesal" publik.

"Mungkin Garuda enggak salah tapi psikologi massa enggak gitu. Dan sulit dilawan," tukasnya.

Yuswohady menyarankan Garuda lebih hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan yang berkaitan langsung dengan konsumen. Terutama, jika hal tersebut menyangkut kritik untuk perbaikan layanan.

"Lagi pula, kemarin, kan, enggak komplain soal makanan, dan pramugarinya sopan. Kalau diselesaikan baik-baik temui yang kritik, enggak perlu gaduh. Kan, bisa," pungkas Yuswohady.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan